LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA DAN PROSES
PANGAN
IKAN PINDANG
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Dewi Arfika Yuliyati 2014349118
Dwi Febriyani 2013340019
Luneta Aurelia Fatma 2013340014
Muhammad Rofit Amrizal 2013340096
Nisrina Khairani 2013340048
Triana Ayu Wulandari 2013340052
Jurusan
Teknologi Pangan
Fakultas
Teknologi Industri Pertanian
Universitas
Sahid Jakarta
2015
1. TUJUAN
·
Mengetahui
salah satu teknologi pengolahan ikan
·
Melakukan
pengamatan fisik ikan
·
Dapat
mengetahui ikan yang segar atau tidak melalui beberapa metode
·
Mampu
melakukan pengolahan ikan yaitu ikan pindang
·
Melakukan
penilaian terhadap ikan pindang yang di hasilkan
2. LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki perairan darat dan laut yang cukup
luas dengan potensi perikanan yang tinggi sebagai penyediaan protein hewani
yang relatif murah. Namun demikian ikan mudah sekali mengalami
kerusakan yaitu kerusakan kimiawi, biologis maupun fisik yang menyebabkan
terjadinya penurunan mutu ikan. Proses penurunan mutu karena
autolisis berlangsung sebagai akibat aktifitas enzim dalam daging ikan yang
menguraikan jaringan tubuh ikan menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana.
Dalam industri pengolahan ikan, kesempurnaan penanganan ikan segar memegang
peranan penting karena hal ini menentukan hasil olahan, sehingga perlu
dipikirkan suatu teknologi yang dapat memperbaiki penanganan pasca panen dan
dapat menganeka ragamkan hasil olahan dari ikan. Alternatif
penanganan ikan yang hingga kini masih dilakukan secara tradisional adalah
pindang (Suwamba, 2008).
Menurut Saleh (2002), ikan pindang merupakan hasil
olahan yang cukup populer di Indonesia, dalam urutan hasil olahan tradisional
menduduki tempat kedua setelah ikan asin. Dilihat dari sudut program
peningkatan konsumsi protein masyarakat, ikan pindang mempunyai prospek yang
lebih baik daripada ikan asin. Hal ini mengingat bahwa ikan pindang mempunyai
cita rasa yang lebih lezat dan tidak begitu asin jika dibandingkan dengan ikan
asin sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang lebih banyak. Kelebihan ikan
pindang dari ikan asin ialah ikan pindang merupakan produk yang siap untuk
dimakan (ready to eat). Disamping itu juga praktis, semua jenis ikan
dari berbagai ukuran dapat diolah menjadi ikan pindang. Hambatan utama dalam
pemasaran ikan pindang ialah daya awetnya yang relatif singkat. Namun
sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan cara meningkatkan mutu bahan mentahnya,
serta cara-cara pengolahan, pengemasan dan penyimpanannya.
Pemindangan
ikan merupakan
upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman
dan pemanasan selama waktu tertentu. Pengolahan ikan
ini sudah cukup memasyarakat, terutama dikalangan nelayan. Cara pemindangan yang dilakukan sangat bervariasi
tergantung daerah, jenis ikan, dan kebiasaan pengolah
Pemindangan ikan menggunakan air garam adalah salah
satu jenis cara pemindangan ikan, yaitu dengan merebus ikan dalam larutan garam
yang mendidih pada suatu wadah yang disebut naya atau besek dengan lama
perebusan biasanya 30 – 60 menit atau tergantung pada ukuran ikan. Cita rasa
yang dihasilkan dengan pemindangan ikan menggunakan air garam lebih lezat
dibandingkan pindang jenis lainnya. Sarana dan prasarana yang dibutuhkannya pun
tidak mahal sehingga investasi yang harus ditanamkan tidak terlalu tinggi.
Dengan keistimewaan seperti ini ikan pindang air garam berpeluang besar untuk
dikembangkan (Wibowo 1996).
3. TEORI
·
Pengawetan Ikan Pindang
Ikan
tergolong bahan makanan yang mudah
sekali busuk oleh sebab itu agar sampai di tangan konsumen masih dalam keadaan
baik,diperlukan cara-cara penanganan yang baik,dari sekian banyak upaya manusia
untuk mempertahankan mutu ikan yang umum dilakukan adalah pengolahan secara
tradisional yang memegang andil 50% dari pengawetan hasil ikan yang ditangkap
diantaranya teknologi pengawetan ikan dengan cara pemindangan. Secara nasional
penghasil utama pindang adalah Jawa Tengah 4,11%,Jawa Timur 3,39%, dan Jawa
Barat 1,40% dari hasil total produksi perikanan laut Indonesia.
Berbeda dengan
pembuat ikan asin walaupun pindang di olah dengan mempergunakan garam namun
yang diperoleh hasil yang berbeda karena pada pengolahan pindang selain
penggaraman juga dikombinasikan dengan proses pemanasan sehingga produk yang
dihasilkan mempunyai karakteristik tersendiri.
·
Teknik Pemindang
Pemindang
adalah pengolahan ikan yang dilakukan dengan cara merebus ikan dalam susana
bergaram selama waktu tertentu. Setelah selesai pemasakan, biasanya wadah di
mana ikan disusun langsung digunakan sebagai wadah penyimpanan dan pengangkutan untuk dipasarkan.
Berdasarkan cara
perebusan ikan dalam suasana bergaram maka teknik penggaraman dapat dibedakan
atas 2 kategori yaitu pemindangan garam dan pemindangan air garam.
·
Pemindangan Garam
Pada
teknik ini, lapisan ikan yang digarami dengan garam kering, disusun
berlapis-lapis di dalam wadah yang terbuat dari plat logam, pendil atau paso
tanah (belanja tanah) atau lainnya. Kemudian direbus dalam jangka waktu yang
cukup lama (sekitar 4 – 6 jam), cairan perebus kemudian dibuang melalui lubang
kecil bagian bawah wadah atau ditiriskan. Pada lapisan atas ditutup dengan
selembar kertas dan di atas permukaan kertas ini disebarkan merata selapis
garam.
·
Pemindangan Air Garam
(brine boiling)
Ada
teknik ini ikan ditaburi garam disusun diatas keranjang atau rak bambu disebut
“naya”. Beberapa naya diisi ikan dan disusun vertikal pada suatu kerangka lalu
dicelupkan kedalam air garam mendidih di dalam wadah yang terbuka dan lama
pembuatan relatif jauh lebih singkat daripada teknik pemindangan garam. Setelah
proses perebusan selesai, wadah di mana ikan tersusun diangkat, kemudian
direndam atau disiram dan didinginkan untuk siap didistribusikan dan
dipisahkan.
4. Formulasi
Jenis Ikan yang
digunakan : Ikan Kakap Merah
Perlakuan
I
|
Perlakuan
II
|
Berat
Ikan Kakap 346 gr
Garam
10 % dari bobot ikan = 34,6 gr
Air
500 ml
Jeruk
Nipis
Bumbu
Di
kukus (cara tradisional) selama 30 menit
|
Berat
Ikan Kakap 385 gr
Garam
10% dari bobot ikan = 38,5 gr
Air
500 ml
Jeruk
Nipis
Bumbu
Di
presto (tekanan) selama 30 menit
|
Formulasi ikan pindang hanya dibedakan berdasarkan proses perlakuan pada
saat pemasakannya, yaitu :
Perlakuan I : Pengukusan
Perlakuan II : Presto (Dengan tekanan)
5. Perlakuan
Pemasakan ikan pindang dengan dua cara berbeda, yaitu presto
dan kukusan sebelum dilanjutkan proses pemasakan dan pemberian bumbu. Tujuan pemasakan dengan menggunakan presto yaitu agar
pemasakan dengan suhu panas dan tekanan mampu melunakkan daging dan duri ikan.
Serta dapat mengetahui perbandingan hasil ikan pindang yang menggunakan presto
(tekanan) dengan kukusan (tanpa tekanan).
Pemindangan
merupakan penggaraman yang disertai dengan perebusan. Prinsip pemindangan
adalah sebagai berikut :
•
Pemanasan : dengan suhu
tinggi,sebagaian besar bakteri akan mati begitu juga dengan kegiatan enzim yang
berhanti
•
Penggaraman : pemberian
garam akan mematikan bakteri atau menghambat kegiatan bakteri karena garam
merupakan racun bagi bakteri
•
Pengurangan kadar air :
pada proses perebusan / pemanasan akan terjadi pengurangan kadar air dari tubuh
ikan. Di samping itu, pengurangan kadar air juga terjadi akibat adanya garam,
karena garam bersifat menarik air dari jaringan tubuh ikan.
·
Tekanan :
penggunaan alat masak dengan tekanan dapat mempercepat proses pematangan dan
hasil matang yang merata bahkan dapat melunakkan hingga duri atau tulang ikan
6. Metode Pengamatan Ikan
1)
Pengamatan
Struktur Fisik Hasil Perikanan
Hasil-hasil
perikanan mempunyai struktur fisik yang berbeda-beda. Pengamatan struktur fisik
hasil-hasil perikanan yang biasa dikonsumsi ditujukan untuk mengenal lebih
dekat hasil-hasil perikanan tersebut serta untu mengetahui cara-cara penanganan
atau pengolahannya.
Bahan
dan Alat :
·
Ikan Kakap
·
Pisau
·
Talenan
Prosedur
Amati bentuk masing-masing hasil-hasil
perikanan dan gambarkan bentuk utuhnya. Amati bentuk dan struktur fisiknya.
Lepaskan bagian fisi, kulit dan bagian luar lainnya. Amati warna, bentuk dan
struktur dalamnya.
2)
Menghitung
Bagian Yang Dapat Dimakan
Tidak
semua tubuh hasil perikanan layak untuk dikonsumsi manusia. Untuk menegtahui
berapa persen bagian yang dapat dimakan perlu dilakukan pemisahan.
Bagian-bagian yang umumnya dibuang antara lain sisik, kulit, isi perut, sirip,
insang, serta kepala dan tulang.
Bahan
dan Alat :
·
Ikan Kakap
·
Talenan
·
Pisau
·
Timbangan
Prosedur
Cuci
ikan dengan air bersih kemudiaan tiriskan. Timbang berat utuh ikannya. Pisahkan
bagian sisik, ekor, sirip, kepala, insang serta isi perutnya. Kemudian pisahkan
daging dari tulangnya. Cuci sampai bersih lalu tiriskan. Timbang berat
dagingnya. Hitung presentasi berat daging terhadap berat utuh.
3)
Pengamatan
Kesegaran Ikan
Ikan
segar lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan daging mamalia. Kebusukan
ikan mulai terjadi segera setelah rigor mortis selesai. Faktor penyebab ikan
cepat busuk adalah kadar glikogennya rendah sehingga rigor mortis berlangsung
cepat dan pH akhir daging ikan cukup tinggi yaitu 6,4-6,6 serta tingginya
jumlah bakteri yang terkandung dalam perut ikan. Bakteri proteolitik mudah
tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan bau busuk hasil metabolisme protein.
Bahan
dan Alat :
·
Ikan Hidup
·
Ikan Mati (pre-rigor,
rigor-mortis, dan pasca-rigor)
·
Ikan Busuk
Cara
Kerja
a. Pengamatan
Subyektif
Pengamatan subyektif dilakukan
terhadap warna, keadaan mata, kulit, tekstur, sisik, insang, dan aroma. Mutu
ikan ditentukan berdasarkan table seperti ada pada lampiran.
b. Pengamatan
Obyektif
1)
Uji
Eber
Bahan dan Alat Kimia :
·
Reagen Eber
·
Tabung Reakasi
·
Kawat
·
Karet Penghisap
·
Penyumbat Gabus
·
Pipet 5 ml
Pembuatan larutan Reagen Eber
dibuat dari campuran yang terdiri dari HCl pekat, alcohol 90% dan ether dengan
perbandingan 1 : 1 : 1.
Cara Kerja :
Tabung reaksi diisi dengan reagen eber sebanyak 3-5 ml.
Daging ikan yang akan diamati diiris kira-kira sebesar kacang tanah dan
ditusukan pada ujung kawat. Pada ujung kawat lainnya ditusukkan penyumbat
gabus. Daging ikan yang sudah ditusuk dimasukkan dalam tabung reaksi dan
gabusnya disumbatkan pada mulut tabung. Terbentuknya gas berwarna putih di
dalam tabung menunjukkan adanya gas NH3 hasil pembusukan.
2)
Uji
Postma
Bahan dan Alat Kimia :
·
MgO
·
Cawan Petri
·
Gelas Piala 250 ml
·
Waring
Blender
·
Penangas Air
·
Kertas Lakmus Merah
·
Kertas Saring
Cara Kerja :
Daging ikan dihancurkan menggunakan
Waring Blender dengan menambahkan
aquades 10 kali bagian daging. Selanjutnya hancuran disaring untuk mendapatkan
filtratnya. Kertas lakmus merah ditempelkan pada bagian dalam tutup cawan
petri. Bagian bawah cawan petri diletakkan pada penangas air bersuhu 50-60oC.
Sebanyak 10 ml filtrat dimasukkan dalam cawan petri dan ditambah 0,1 gr MgO.
Cawan petri segera ditutup. Jika terjadi perubahan warna kertas lakmus dari
merah menjadi biru menandakan adanya gas NH3 yang berarti ikan mulai
busuk.
3)
Uji
IES
Bahan dan Alat Kimia :
·
Larutan Pb-Asetat 10%
·
Cawan Petri
·
Kertas Saring
·
Pipet Tetes
Cara Kerja :
Daging ikan diiris kecil dan
diletakkan dalam cawan petri. Daging ikan ditutup dengan kertas saring dan
ditetesi larutan Pb-Asetat 10%. Cawan petri ditutup. Terbentuknya warna cokelat
pada bekas tetesan Pb-Asetat menunjukkan adanya gas H2S hasil
pembusukkan ikan.
7. Metode Pemindangan
Metode
yang kami gunakan yaitu menggunakan cara perebusan yaitu dengan kukusan dan presto
Ikan
kakap yang sudah di bersikan
lalu dibaluri dengan garam karna pada
prinsipnya ikan pindang adalah
pengawetan menggunakan garam yang kurang lebih kadar garam nya 10% - 15%. Setelah pembaluran
garam dan bumbu pada ikan yang ingin di pindang kemudian memasukan masing-masing ikan kedalam
kukusan dan presto
dalam waktu 30
menit untuk mematangkan sekaligus melunakan daging ikan. Selagi ikan dalam
proses pengkukusan kita siapkan kuah untuk ikan pindang dengan cara menyiapkan
bumbu ( sereh, cabai, bawang putih, bawang merah, daun salam, jahe dan jeruk
nipis) di blender kemudian di tumis dengan api kecil setelah itu tambahkan air
sampai mendidih. Jika waktu sudah 30 menit dan air sudah mendidih makan
masukkan ikan kedalam kuah yang telah di siapkan, lalu dilakukan organoleptik.
8. Alat dan Bahan
Alat : 1. Pisau Bahan
: 1. Ikan kakap merah
2. Timbang 2. Garam
3. Panci & Panci presto 3. Air
4. Nampan 4. Jeruk nipis
5. Kompor 5. Bumbu-bumbu
9. Prosedur Pembuatan Ikan Pindang
10. Data Pengamatan
Ø Tabel Hasil
Pengamatan
Sifat Fisik
Jenis ikan
|
Daging
|
Kulit
|
||
|
Warna
|
Tekstur
|
Aroma
|
|
Ikan kakap
|
Putih
pucat sedikit merah
|
Lunak
|
Bau
tidak sedap
|
Lembut
merah muda
|
Ikan tenggiri
|
Kuning
kemerahan
|
Lunak
|
Segar
|
Abu-abu
hitam stripe
|
Ikan tongkol
|
Merah
muda
|
Lunak
|
Fresh
|
Tipis
lembut warna abu-abu putih
|
Ikan tuna
|
Putih
pucat kemerahan
|
Lunak
|
Fresh
|
|
Ø Tabel Hasil Pengujian Ikan
Jenis ikan
|
Uji Eber
|
Uji Postma
|
Uji Ies
|
Ikan kakap
|
+ (Positif)
|
+ (Positif)
|
- (negative)
|
Ikan tenggiri
|
+ (Positif)
|
+ (Positif)
|
+ (Positif)
|
Ikan tongkol
|
|
+ (Positif)
|
- (negative)
|
Ikan tuna
|
+ (Positif)
|
+ (Positif)
|
- (negative)
|
Ø Data
Organoleptik
Berat
Ikan : 730 gram
Berat
Ikan (Sudah di kukus) : 346 gram
Berat
Ikan (Sudah di presto) : 385 gram
Panelis
|
Aroma
|
|
Rasa
|
|
Tekstur
|
|
Warna Daging
|
|
|
A
|
B
|
A
|
B
|
A
|
B
|
A
|
B
|
Kel 1
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
3
|
2
|
3
|
Kel 2
|
1
|
1
|
2
|
1
|
3
|
2
|
2
|
2
|
Kel 3
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
3
|
Kel 4
|
1
|
1
|
3
|
3
|
2
|
3
|
3
|
2
|
Keterangan
:
A
: Ikan di presto
B
: Ikan di kukus
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Aroma
|
Sangat Amis
|
Amis
|
Agak Amis
|
Tidak Amis
|
Rasa
|
Sangat Gurih
|
Gurih
|
Agak Gurih
|
Tidak Gurih
|
Teksture
|
Sangat Lunak
|
Lunak
|
Agak Lunak
|
Keras
|
Warna Daging
|
Putih Pucat
|
Putih
|
Putih Keabuan
|
Abu-abu
|
11. Pembahasan
Ø
Pembahasan Pengamatan Sifat
Fisik Ikan
Ikan
merupakan hasil perairaran yang banyak dimanfaatkan oleh manusia karena
beberapa kelihannya yakni merupakan sumber proein hewan yang sangat potensial
karena daging ikan banyak dijumpai senyawa yang sangat penting bagi manusia
yaitu karbohidrat, lemak, protein, garam-garaman mineral dan vitamin (wulandari
et al.,2005). Ikan merupakan hewan yang riskan akan kerusakannya, maka dari itu
harus dilakukan penanganan. Penanganan
yang baik dilakukan sejak ikan diangkat dari air mengingat sifat ikan yang
penuh gizi dan punya aw tinggi sehingga cepat busuk. Salah satunya adalah
penggunaan suhu rendah pada semua rantai produksi dan distribusi sehingga dapat
mempertahankan kesegaran ikan (Widyastuti, 2010).
Praktikum pengamatan sifat fisik ikan
ini dilakukan 2 pengamatan yaitu secara subjektif dan objektif. Pengamatan
secara subjektif dilakukan dengan mengamati sifat-sifat fisik ikan dan
perubahan nya terhadap lingkungannya. Pengamatan objektif dilakukan dengan
melakukan pengujian eber, pengujian postma dan pengujian IES. Ketiga pengujian
ini berfungsi untuk mengetahui apakah ikan tersebut layak/tidak untuk
dikonsumsi. Pada praktikum kali ini menggunakan empat jenis ikan berbeda, yaitu
ikan kakap, ikan tenggiri, ikan tongkol dan ikan tuna.
Pengamatan sifat fisik yang
dilakukan yaitu dengan mengamati
beberapa jenis ikan berdasarkan parameter warna daging, aroma daging, tesktur
daging dan kulit pada ikan tersebut. Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Jenis ikan
|
Daging
|
Kulit
|
||
|
Warna
|
Tekstur
|
Aroma
|
|
Ikan kakap
|
Putih pucat sedikit merah
|
Lunak
|
Bau tidak sedap
|
Lembut merah muda
|
Ikan tenggiri
|
Kuning kemerahan
|
Lunak
|
Segar
|
Abu-abu hitam stripe
|
Ikan tongkol
|
Merah muda
|
Lunak
|
Fresh
|
Tipis lembut warna abu-abu putih
|
Ikan tuna
|
Putih pucat kemerahan
|
Lunak
|
Fresh
|
|
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel
diatas bahwa, ikan tenggiri, ikan tongkol, ikan tuna memiliki ciri-ciri ikan
yang masih segar/fresh. Sedangkan untuk ikan kakap memiliki aroma yang
menyimpang dari biasanya yaitu adanya bau tidak sedap pada ikan tersebut,
kemungkinan adanya kesalahan dalam penanganan ikan sehingga ikan yang sampai ditangan konsumen
tidak baik. Ikan yang masih segar dan berkualitas dapat dilihat berdasarkan
ciri-ciri berikut :
1.Mata ikan yang segar berwarna
jenih dan nampak cembung mata ikan yang tampak cembung.
2. Ingsang berwarna merah segar
dengan bau spesifik ikan. Ingsan ikan yang masih tampak merah segar.
3. Sisik ikan yang segar masih menempel kuat
pada bagian tubuhnya sisik ikan yang masih melekat.
4. Daging ikan segar sangat elastis,
jika ditekan akan kembali ke posisi semula dalam waktu singkat.
5. Ikan segar akan memiliki lendir
yang tipis dan transparan pada tubuhnya ikan yang masih berlendir tipis dan
transparan
Ikan yang sudah tidak segar disinyalir mengalami peningkatan kadar histamin. Akibatnya, tubuh akan memunculkan reaksi alergi, seperti gatal-gatal, ruam kulit, mata bengkak, bahkan beberapa orang sampai ada yang pingsan. Namun efek ini tergantung dari daya tahan tubuh individu yang mengkonsumsinya, karena efeknya bisa berbeda-beda.
Pengamatan
secara objektif dilakukan tiga pengujian diantaranya pengujian eber dengan
memberikan larutan eber pada daging ikan yang dicampur didalam tabung reaksi.
Perlakuan itu ditujukan untuk mengetahui apakah daging ikan tersebut mengandung
NH3
atau tidak. Gas NH3 yang dihasilkan dengan pencampuran larutan eber menandakan
bahwa ikan tersebut sudaah mulai busuk atau sudah mulainya pertumbuhan bakteri
pembusuk. Ketika otot ikan mulai kaku hal tersebut disebabkan oleh karena
hilangya adenosine tripospat akibat pembusukan autolisis. Pengkakuan otot ikan
disebabkan penggabungan searah molekul-molekul myosin dan actin.
Ikan yang masih segar memiliki
penampilan yang menarik dan mendekati kondisi ikan baru mati. Ikan tampak cemerlang, mengkilap keperakan sesuai jenisnya.
Permukaan tubuh tidak berlendir, atau berlendir tipis dengan lendir bening dan
encer. Sisik tidak mudah lepas, mata ikan cembung, cerah dan putih jernih,
tidak berdarah dengan pupil hitam. Ingsang masih tampak merah cerah dan tidak
berlendir. Jika berlendir, lendir tersebut hanya sedikit, tipis, dan bening.
Lendir yang dihasilkan ikan mengandung senyawa nitrogen yang sangat besar dan
senyawa tersebut menyediakan makanan bagi mikro organisme pencemar ikan yang
berasal dari lingkungan. Ikan masih lentur atau kaku dengan tekstur daging
pejal, lentur, dan jika ditekan cepat pulih. Bau segar atau sedikit agak amis.
Kondisi tersebut masih dapat dikenali dengan baik menandakan bahwa ikan masih
dapat dikatagorikan sebagai ikan yang masih segar dan bermutu tinggi.
Pengamatan diberikan jika adanya
gelembung atau udara di dalam tabung yang diberikan reagen eber dapat dikatakan
positif atau menunjukkan adanya perubahan mutu pada ikan serta dapat dikatakan bahwa ikan sudah mulai mengalami pembusukan. Reagen
eber yaitu campuran yang terdiri dari HCL pekat, alkohol 90% dan ether dengan
perbandingan 1:1:1. Dari keempat jenis ikan yang digunakan, dihasilkan bahwa
keempat ikan tersebut memiliki hasil positif yang ditandai adanya gelembung
atau udara di dalam tabung, akan berarti keempat ikan tersebut tidak baik untuk
dikonsumsi.
Pengujian kedua yaitu menggunakan
pengujian postma. Hasil pemeriksaan uji postma menunjukkan bahwa sampel ikan
mulai terjadi pembusukkan dikarenakan adanya perubahan warna kertas lakmus
merah menjadi warna biru pada cawan petri. Pada prinsipnya, daging yang sudah
mulai membusuk akan mengeluarkan gas NH3. NH3 bebas akan
mengikat reagen MgO dan menghasilkan NH3OH. Pada daging ikan yang
segar tidak terbentuk hasil NH3OH karena belum adanya NH3 yang
bebas. Jika terjadinya perubahan warna kertas lakmus karena MgO merupakan
ikatan kovalen rangkap yang sangat kuat sehingga walaupun terdapat unsur basa
pada MgO tersebut, namun basa tersebut tidak lepas dari ikatan rangkapnya. Jika
adanya NH3 maka ikatan tersebut akan terputus sehingga akan
terbentuk basa lemah NH3OH yang akan merubah warna kertas lakmus
merah menjadi biru.
Berdasarkan pengujian postma untuk keempat sampel yang
dilakukan pengujian didapatkan hasil bahwa ikan kakap, ikan tenggiri, ikan
tongkol dan ikan tuna memiliki hasil positif yaitu adanya perubahan warna
kertas lakmus merah menjadi biru pada cawan petri yang digunakan namun warna
biru yang dihasilkan tidak terlihat sempurna. Kemungkinan adanyan penanganan
yang salah dalam jangka waktu yang singkat sehingga mengakibatkan ikan tersebut
sudah mulai mengalami pembusukan.
Pengujian ketiga yaitu menggunakan pengujian IES. Uji IES
ini memiliki hasil pengujian H2S. Pengujian H2S ini pada
dasarnya adalah uji untuk melihat H2S yang dibebaskan oleh bakteri
yang menginvasi ikan tersebut. H2S yang dilepaskan pada daging
membusuk akan berikatan dengan Pb asetat menjadi Pb sulfit (PbSO3)
dan menghasilkan bintik-bintik berwarna coklat pada kertas saring yang
diteteskan Pb asetat tersebut. Hanya kelemahan uji ini, bila bakteri penghasil H2S tidak
tumbuh maka uji ini tidak dapat dijadikan ukuran. Pembusukan dapat terjadi
karena dibiarkan ditempat terbuka dalam waktu relative lama sehigga aktivitas bakteri
pembusuk meningkat dan terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim yang
membentuk asam sulfida dan ammonia.
Berdasarkan pengujian IES untuk keempat sampel yang
dilakukan pengujian didapatkan hasil bahwa ikan kakap, ikan tongkol dan ikan
tuna memiliki hasil negative yaitu tidak adanya perubahan warna coklat pada
kertas saring yang diteteskan Pb asetat sedangkan untuk ikan tenggiri memiliki
hasil positif yaitu adanya warna coklat yang terbentuk pada kertas saring yang
digunakan. Warna coklat yang terbentuk menandakan adanya pembentukan bakteri
penghasil H2S. Bakteri ini akan mengganggu system pencernaan jika
dikonsumsi.
Ø
Pembahasan Ikan Pindang
Pengawetan ikan
umumnya dijumpai dengan menurunkan kadar air secara penggaraman. Pada praktikum
ini, pengawetan ikan kakap dilakukan dengan mengolahnya menjadi ikan pindang.
Prinsip penggaraman pada ikan pindang ini dikombinasikan dengan perebusan dalam
air garam.
Pada
pembuatan produk olahan, bahan baku ikan harus diplih yang segar. Tujuannya
untuk mendapatkan kualitas produk yang baik dari segi rasa, aroma, tekstur, dan
juga warnanya. Ikan kakap yang digunakan pada praktikum ini beraroma amis yang
sangat menyengat yang disebabkan perlakuan terhadap penyimpanan ikan yang
terlalu lama terpapar suhu ruangan. Perlakuan ikan setelah dimatikan
memengaruhi kualitas organoleptik terutama terhadap aroma amis ikan.
Sebelum
ikan dimasak, ditambahkan perasan jeruk nipis dengan melumurkannya pada tubuh
ikan. Fungsi jeruk nipis ini untuk mengurangi atau menghilangkan aroma amis
ikan
perendaman dilakukan
sekitar 5-10 menit dan ditambahkan pula garam dengan konsentrasi 10% dari bobot
ikan yang tujuannya untuk mengikat kadar air dalam tubuh ikan.
Selanjutnya
ikan dikukus dengan dua perlakuan yang berbeda, ada yang menggunakan dandang
dan presto. mAsing-masing dikukus selama 30 menit. Pengukusan selama kurang
lebih 30 menit ini untuk mematangkan ikandan meresapkan bumbu. Setelah proses
perlakuan pemberian jeruk nipis dan bumbu-bumbu seharusnya bau amis ikan tidak
ada, tetapi pada praktikum ini bau amis tetap menyengat karena daging ikan yang
tidak segar. Selanjutnya ikan direbus dan ditambahkan bumbu kembali, pada
proses ini terjadi perebusan dengan air garam.
Berdasarkan hasil uji organoleptik, terhadap parameter
aroma yaitu baik perlakuan 1 dan 2 didapatkan hasil sangat amis. Bau amis yang
sulit hilang dikarenakan ikan yang digunakan tidak segar. Selanjutnya pada
parameter rasa, perlakuan dengan dikukus menghasilkan rasa yang lebih gurih.
Pada parameter tekstur, perlakuan dengan presto menghasilkan tekstur yang lebih
lunak daripada dikukus. Hal ini terjadi karena ketika merebus atau mengukus, maka temperatur maksimal
rebusan atau kukusan tidak akan lebih dari 1000C (pada tekanan
atmosfer) selama masih terdapat air. Untuk menaikkan temperatur rebusan ini,
kita perlu menaikkan tekanan air dalam panci, sehingga temperatur rebusan juga
akan naik. Karena bentuk panci yang tertutup, maka tekanan air dalam panci
akan naik dan temperatur nya juga naik, sehingga bahan makanan yang kita
letakkan dalam panci presto akan lebih cepat empuk dan tulang-tulangnya menjadi
lebih lunak.
Parameter terakhir yaitu warna daging, berdasarkan hasil
organoleptik warna daging yang lebih putih adalah ikan kakap dengan presto. Hal
ini dapat dipengaruhi dari proses pemasakan dengan presto sirkulasi udara dan
tekanannya lebih stabil dibandingkan dengan pengukusan. Dari keempat parameter
tersebut, ikan yang memberika hasil
lebih baik yaitu yang dimasak dengan presto.
12. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah,
2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta
Afrianto dan
Liviawaty,1989. Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta
http://cdn.bisnisukm.com/2007/09/pemindangan-ikan.jpg