PAPER MANAJEMEN PERUSAHAAN INDUSTRI
MASALAH PENGGUSURAN PEDAGANG DI
STASIUN UNIVERSITAS INDONESIA
Luneta
Aurelia Fatma (2013340014)
Jurusan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Industri
Pertanian
Universitas Sahid Jakarta
2014
Permasalahan
:
Penggusuran
PKL yang terjadi di stasiun Universitas Indonesia, 29 Mei 2013. Penggusuran
yang dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) terhadap keseluruhan PKL di
stasiun Universitas Indonesia. Proses penggusuran itu berlangsung
sewenang-wenang. Bahkan, yang sangat ironis, PT. KAI menggandeng TNI AL
(Marinir) dan Brimob untuk menggusur para pedagang. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas
Indonesia (BEM-UI), yang selama ini mendampingi para pedagang, mengungkapkan,
dalam banyak kasus penggusuran PKL di stasiun itu, pihak PT. KAI menutup ruang
dialog dengan para pedagang. Upaya PKL untuk berdialog tidak bersambut. Padahal,
untuk bisa berdagang di stasiun, sebagian besar pedagang itu menyetorkan uang
secara resmi ke PT. KAI. Jumlahnya mencapai puluhan juta. Bahkan ada yang
membayar Rp 30 juta hingga Rp 50 juta. Bayangkan, kalau jumlah pemilik kios di
seluruh stasiun di Jabobatek berjumlah ribuan, berarti PT KAI menerima puluhan
milyar dari pedagang itu.
Penggusuran
adalah bentuk perampasan. Yang dirampas adalah pekerjaan dan kesempatan
seseorang untuk bertahan hidup. Dengan demikian, penggusuran bukan hanya
pelanggaran terhadap konstitusi, tetapi juga pelanggaran HAM berat. Penggusuran
menyebabkan banyak orang, khususnya korban dan keluarganya, kehilangan sarana
ekonomi untuk melanjutkan kehidupannya. Dengan demikian, penggusuran tersebut bisa
dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Dengan begitu, para pelaku
penggusuran dapat dikategorikan sebagai “penjahat HAM”.
Penyebab
:
Pada
hari Rabu, 29 Mei 2013, PT Kereta Api Indonesia akan membersihkan
stasiun-stasiun dari pedagang termasuk stasiun Universitas Indonesia guna
menerapkan sistem tiket elektronik (e-ticketing). Apabila lahan
stasiun steril dari pedagang, PT KAI akan membuat gate e-ticketing. Sekitar 1.500 petugas gabungan PT KAI dan
Polresta Depok ikut dalam penggusuran stasiun Universitas Indonesia. Adapun
kios yang akan digusur sekitar 80 kios, yaitu 50 di atas peron dan 30 kios
berada di sisi kiri dan kanan rel setelah Stasiun UI. Para pedagang di Stasiun UI sudah berdagang di tempat
tersebut sejak tahun 1986. Di tahun 2004, para pedagang tersebut ditata dengan
pendirian kios permanen yang dibangun oleh pengembang yang ditunjuk oleh kepala
stasiun UI. Pihak pengembang bernama Tuan Nimin yang ditunjuk oleh PT.Kereta
Api Indonesia yang juga merupakan pegawai di tempat tersebut. Pengembang
menjual kios sejumlah 50 buah di peron stasiun UI seharga Rp 22.500.000 untuk
pedagang baru dan Rp 15.000.000 untuk pedagang lama (sudah memiliki lapak
dagang di stasiun UI). Pembelian kios tersebut dilakukan dengan pemberian
jangka waktu selama 3 bulan untuk pelunasan pembayaran kios kepada pihak
pengembang.
Surat Perjanjian Jual Beli terdiri dari 8
pasal yang disepakati dan disetejui kedua belah pihak (diketahui dan
ditandatangani pula oleh Kepala Stasiun UI pada saat itu, Bapak Nasrudin):
- Pihak pertama telah menjual pada pihak kedua satu unit bangunan kios ukuran 3 x 2,5 m No .. yang terletak di …….. yang telah diketahui benar-benar oleh pihak kedua
- Dalam jual beli ini tidak termasuk penyerahan tanah milik PT. Kereta Api (Persero) Divisi Jabotabek atas tanah tempat didirikan bangunan tersebut dalam pasal 1 serta pekarangannya
- Pihak kedua tidak akan merubah atau menambah banguunan yang sudah ada dan tidak akan mengalihkan kepemilikan kios dengan maksud dan dalih apapun, karena kios tersebut adalah Hak Guna Pakai
- Apabila lahan tersebut dalam Pasal 1 akan digunakan oleh Dinas PT. Kereta Api (Persero) Divisi Jabotabek maka pihak kedua tidak akan menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun pada pihak pertama dan pihak PT. Kereta Api (Persero) Divisi Jabotabek
- Perjanjian jual beli ini diadakan untuk satu unit kios, dengan harga kwitansi terlampir diatas materai secukupnya, dan akan dikenakan sewa/kontrak atas tanah dalam pasal 1 pada tahun kedua, seharga Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) per tahun terhitung sejak, 1 Oktober 2004 pada pihak pertama sebagai pengelola dengan harga sewa tidak terikat
- Mulai saat penyerahan kunci, maka segala resiko dan tanggung jawab yang berkenan dengan jual beli, beralih pada pihak kedua, biaya keamanan, biaya kebersihan, dan biaya listrik bagi yang tidak memakai meteran PLN
- Kedua belah pihak tidak akan membawa suatu perselisihan kemuka pengadilan sebelumnya dilakukan dengan musyawarah
- Demikian perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak di Kota Depok pada tanggal 13 April 2004 masing-masing diatas materai secukupnya dan mempunyai kekuatan hukum yang sama dan dibuat rangkap dua, satu untuk pihak pertama dan yang lain untuk pihak kedua
Dapat
diamati bahwa terdapat kejanggalan dalam pasal 4 pada surat perjanjian jual
beli tersebut. Secara definisi, surat perjanjian jual beli adalah surat berisi
persetujuan yang mengikat antara dua pihak/lebih. Dalam membuat surat jual
beli, isi harus disepakati oleh kedua belah pihak yang terkait, tidak bersifat
menekan pihak lain, bentuknya sesuai aturan, menggunakan bahasa yang saling
dimengerti, dan ada pihak yang menjadi saksi.
Isi
dari pasal 4 telah melanggar prinsip kesetaraan antara kedua belah pihak, sebab
pasal 4 justru melegalkan dan memungkinkan PT KAI untuk bertindak
sewenang-wenang terhadap kios yang diperjualbelikan. Padahal, dasar dari
keberadaan surat perjanjian jual beli justru untuk memastikan tidak adanya
kesewenang-wenangan. Dapat dikatakan bahwa sejak awal PT KAI tidak beritikad
baik kepada para pedagang kios di stasiun.
Pada
kenyataannya, yang terjadi di lapangan, PT KAI justru menerobos semua peraturan
dalam UU yang mengatur tentang mekanisme penggusuran ini. Dialog seharusnya
dilakukan dengan inisiatif dari PT KAI kepada pedagang. Namun, jangankan
mengajak dialog, bahkan PT KAI tidak mau diajak berdialog dengan pihak pedagang
dan mahasiswa UI yang tidak setuju atas penggusuran. Bahkan usaha untuk
mendatangi kantor PT KAI di Bandung tidak berhasil menciptakan forum dialog
yang diharapkan. Dialog yang telah terjadi akibat desakan dari pihak pedagang
dan mahasiswa hanya melibatkan kepala stasiun dan pihak-pihak dari PT KAI yang
mengatakan tidak dapat mengambil keputusan apa-apa. Sedangkan Direktur Utama PT
KAI tidak mau diajak berdialog sebagaimana yang diwajibkan dalam Undang-Undang.
Kecurigaan
yang kemudian muncul adalah keengganan PT KAI diajak berdialog berhubungan
dengan diizinkannya waralaba untuk membuka tokonya di stasiun. Waralaba ini
juga wacananya tidak akan digusur, padahal kios pedagang yang akan digusur
sudah bertahun-tahun lebih lama ada di stasiun dibandingkan dengan waralaba
tersebut.
Alasan
penyebab penggusuran versi PT KAI:
- Perpanjangan Peron
Pada
tahun 2018, PT.KAI memiliki target untuk menambah penumpang menjadi sebesar 1,4
juta penumpang/hari. Saat ini, jumlah pengguna Kereta Api Jabodetabek sebesar
450.000 penumpang perharinya. Dengan hal tersebut, kita bisa melihat bahwa PT.KAI
menginginkan akan adanya jumlah pengguna yang signifikan. Oleh karena itu, PT.KAI
berinisiatif untuk melakukan perpanjangan peron, guna menambah jumlah gerbong
yang ada dalam satu rangkaian KRL. Perpanjangan peron berbeda dengan pelebaran
peron. Seharusnya, perpanjangan peron tidak akan mengganggu para pedagang yang
ada distasiun.
2.
Keamanan
dan kenyamanan penumpang (Sterilisasi Peron)
Berdasarkan
data yang dimiliki, PT.KAI mengklaim bahwa sekitar 450.000 penumpang PT.KAI
merasa terganggu dengan keberadaan pedagang di stasiun. Tetapi, ketika dicoba
untuk pengecekan kebenarannya hal tersebut bisa dikatakan tidak benar. Hal ini
diakui langsung oleh para penumpang yang diwakili oleh paguyuban pengguna KRL
Jabodetabek atau biasa disapa KRL Mania. Jika dalil yang dipakai oleh PT.KAI
mengusir paksa pedagang adalah untuk sterilisasi peron, hal yang aneh terjadi
di dua stasiun yaitu stasiun Depok Baru dan Bojonggede. Mengapa? Karena
waralaba indomaret tidak ikut dibersihkan. Dalam hal ini, PT.KAI bertindak
diskriminatif dengan mengistimewakan ritel besar dan melakukan pemilihan dalam
melakukan sterilisasi peron.
Penyelesaian :
Guna mengantisipasi kericuhan,
jajaran Polresta Depok mengamankan penggusuran kios di Stasiun Universitas
Indonesia (UI) oleh PT KAI. Pengamanan dilakukan dari mulai Jalan Margonda Raya
di sekitar kawasan Kober, sampai sepanjang jalan Sawo menuju Stasiun UI.
Pengamanan langsung dipimpin oleh Kabagops Polresta Depok Kompol Suratno. Ia
menyebutkan total seluruh personel yang dikerahkan, sebanya Sabara 220 personel, 160 Brimob, Marinir 40 personel. Brimob melekat di
stasiun 30. Satpam biru Pamdal PT KAI 350. Polisi total 1,050. Pengamanan
dilakukan dari jarak 500 meter, sebelum stasiun untuk mengantisipasi
pihak-pihak yang mengganggu kepentingan umum.
Pihak terkait mempersilahkan mahasiswa untuk menyampaikan orasinya, asal
tak berbuat anarkis.
Metode
Pengolahan Konflik yang di pakai dalam Permasalahan ini :
–
Dominasi dan
penekanan ;
Kekerasan,
penenangan, penghindaran, suara terbanyak.
Dalam
permasalahan ini pihak PT KAI melakukan penyelasaian masalah dengan Dominasi
dan Penekanan (Kekerasan) karena untuk melakukan penggusuran pihak PT KAI mengerahkan beberapa
personel sehingga menekan dan membuat takut para pedagang. Menurunkan
TNI untuk menghadapi masyarakat sipil sama sekali tidak dibenarkan, sebab sama
saja mengembalikan Negara kita pada masa orde baru. PT KAI tidak seharusnya
melibatkan TNI dalam penggusuran pedagang kios di stasiun untuk menghindari
intimidasi yang dirasakan oleh pedagang stasiun.
Saran :
Menurut
saya, sebaiknya pihak PT KAI membicarakan masalah penggusuran terlebih dahulu
dan melakukan sosialisasi dengan pihak-pihak terkait. Dan, sebaiknya perjanjian
jual-beli yang di buat tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan kedua belah
pihak. Pihak PT KAI seharusnya mau berdialog secara baik-baik dengan
pihak-pihak yang terkait sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam
masalah penggusuran ini.
0 komentar:
Posting Komentar