Laporan Mikrobiologi Pengolahan Pangan : Pembuatan Bekasam
Linda Syuhada 2013340022
Theresia Vintania 2013340036
Aprilisa Siwi Lestari 2013340003
Luneta Aurelia Fatma 2013340014
Aji Indra Saputra 2011340010
Jurusan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Sahid Jakarta
2015
Pembuatan Bekasam
( 17 Maret 2015 )
Latar Belakang
Ikan merupakan sumber protein yang sangat potensial dan sangat diperlukan oleh manusia, selain itu protein adalah komponen terbesar setelah air yang terdapat pada daging ikan. Tingginya kandungan protein dan kadar air pada tubuh ikan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikrobia, oleh karena itu ikan adalah komoditi yang mudah rusak atau cepat mengalami kemunduran mutu. Hal inilah yang menyebabkan ikan disebut sebagai perishable food atau bahan makanan yang cepat membusuk (Hadiwiyoto, 1993).
Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada daging unggas dan mamalia karena pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila ikan terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga kandungan asam laktat ikan menjadi rendah.
Dengan demikian nilai pH-nya relatif mendekati normal. Nilai pH yang mendekati normal ini sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri, sehingga ikan segar harus segera diolah dengan baik agar layak untuk dikonsumsi. Pengolahan ikan ini dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimumkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil budidaya. Pengolahan ikan meliputi cara meghambat pembusukkan.
Sehingga untuk memperpanjang daya simpan ikan banyak upaya yang dapat dilakukan melalui pengawetan, yaitu dengan cara penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian dan pendinginan ikan baik secara tradisional maupun secara modern. Selain itu terdapat suatu cara yang telah lama digunakan untuk pengawetan ikan yaitu dengan cara fermentasi.
Salah satu contoh produk fermentasi makanan adalah bekasam. Bekasam atau bekasem ikan merupakan ikan awetan yang diolah dengan cara penggaraman dan peragian. Produk ikan awetan ini banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan, sedang di daerah Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan nama wadi. Jenis ikan yang biasa dipakai dalam pembuatan bekasam adalah ikan lele, ikan mas, tawes, gabus, nila dan mujair.
Tujuan Praktikum
Adapun dari praktikum mikrobiologi pengolahan pangan yang dilakukan kali ini ialah bertujuan :
Agar mahasiswa mengetahui pengawetan dari produk fermentasi bekasam.
Agar mahasiswa mengetahui perubahan kimia yang terjadi didalam olahan bekasam.
Agar mahasiswa mengetahui mikroba yang berperan di dalam fermentasi bekasam.
Agar mahasiswa memiliki ketrampilan dalam proses pembuatan bekasam.
Teori Singkat
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisme diantara beribu-ribu jenis bakteri (Buckle, et al., 1987. Ditambahkan oleh Afrianto dan Liviawaty (2005), pada dasarnya fermentasi adalah suatu proses penguraian senyawa-senyawa yang lebih sederhana enzim atau fermen yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorrganisme, dan berlangsung dalam kondisi lingkungan yang terkontrol. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000, fermentasi adalah proses penguraian daging yang dilakukan oleh enzim yang memberikan hasil yang meguntungkan. Proses fermentasi serupa dengan pembusukan, tetapi fermentasi menghasilkan zat-zat yang memberikan hasil rasa dan aroma yang spesifik dan disukai orang.
Ikan Mujair merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak ditangkap di daerah perairan umum, kolam, sawah dan tambak serta biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar, asin dan kering. Oleh karena bentuk olahan tersebut mempunyai masa simpan yang relatif pendek, maka pemasarannya terbatas pada daya awet dari olahan tersebut, disamping itu ikan cepat mengalami pembusukan dan tidak bertahan lama, maka perlu dilakukan pengolahan ikan yang lebih baik, salah satu alternatif pemecahan diatas adalah pengolahan dengan fermentasi sehingga dihasilkan produk yang mempunyai daya awet lama dan disukai konsumen.
Bekasam merupakan produk olahan ikan dengan cara fermentasi menggunakan bakteri asam laktat dan kadar garam tinggi. Bekasam merupakan makanan khas Kalimantan Tengah yang bahan fermentasi pembuatan bekasam ialah samu (Riza, 2008). Bekasam memiliki komposisi gizi yang cukup baik dan dikonsumsi sebagai pelengkap lauk pauk. Sayangnya, bekasam belum cukup dikenal sebagai produk fermentasi komersial seperti kecap ikan atau peda. Rasa bekasam yang asam dan asin membuat produk ini memiliki cita rasa khas yang tidak dimiliki oleh produk olahan lainnya. Pembuatan bekasam dapat dijadikan salah satu alternatif pengolahan bahan pangan sehingga umur simpan bahan pangan dapat lebih lama. Bekasam yang telah digoreng dan dibumbui dapat memiliki umur simpan yang relatif lama dalam suhu kamar. Dengan cara pengolahan dan penyimpanan yang baik, bekasam dapat disimpan berbulan-bulan tanpa mengalami banyak penurunan mutu (Setiadi, 2001).
Pada dasarnya prinsip pembuatan bekasam ada 3 tahap yaitu :
Proses penggaraman
Bertujuan untuk mencegah terjadinya pembentukan amoniak dari senyawa nitrogen dan berperan dalam menyeleksi mikroba sehingga pembusukan dapat diminimalisir dan daya simpan produk lebih panjang. Seleksi mikroba berperan dalam menghambat bakteri pembusuk, namun mendukung pertumbuhan dan aktifitas bakteri fermentasi yang bersifat halofilik (suka garam) atau halotoleran (tahan garam)
Penambahan karbohidrat
Bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktak yang berperan dalam menguraikan karbohidrat menjadi senyawa-senyawa sederhana yaitu asam laktat, asam asetat, asam propionta dan etil alkohol. Senyawa-senyawa tersebut berfungsi sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada bekasam. Sumber karbohidrat yang umum digunakan adalah nasi, kerak nasi, beras sangrai, dan tapai beras.
Proses fermentasi
Bertujuan sebagai proses pemecahaan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik. Polisakarida lebih dahulu dipecah menjadi gula sederhana sebelum dimanfaatkan dalam fermentasi. Proses fermentasi glukosa terdiri dari 2 tahap yaitu pemecahan glukosa menjadi asam piruvat dilanjutkan tahap perubahan asam piruvat menjadi produk akhir yang spesifik, misalnya asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan sebagainya. Degradasi protein secara anaerobik dilakukan oleh enzim proteolitik. Protein yang terhidrolisis menjadi asam amino dan peptida akan terurai menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk dan digunakan sebagai sumber energi dan karbon oleh mikroorganisme anaerob. Mikroorganisme yang berperan dalam produk fermentasi bekasam, diantaranya pediococcus cereviceae, pediococcus halophilus, pediococcus pentosaceus, lactococcus garvieae, lactobacillus plantarum, streptococcus bovis, staphylococcus epidermidis, weisella cibaria, micrococcus sp dan bacillus sp.
Alat dan Bahan
Alat – alat
Pembuatan bekasam
Timbangan Analitik : untuk menimbang berat ikan,nasi, dan garam
yang dibutuhkan.
Toples atau Plastik : sebagai tempat untuk proses fermentasi dalam
pembutan bekasam.
Pisau : untuk memotong dan membersihkan ikan.
Talenan : sebagai tempat memotong ikan.
Sendok : untuk mencampur bahan bahan supaya merata.
Baskom saringan : untuk meletakan ikan segar yang diberi garam.
Penelitian TPC (Total Plate Count)
Bunsen : sebagai media pemanas untuk kerja aseptik.
Cawan petri : untuk tempat media padat dan sampel.
Autoclave : untuk sterilisasi media.
Oven : untuk sterilisasi cawan petri.
Inkubator : untuk tempat melakukan inkubasi.
Ose atau sengkelit : sebagai alat untuk menanam bakteri.
Erlenmeyer 250 ml : untuk tempat media cair.
Rak tabung reaksi : untuk tempat meletakan tabung reaksi.
Tabung reaksi : untuk media pengencer NaCl.
Timbangan digital : untuk menimbang sampel dan media yang akan
digunakan.
Bahan
Pembuatan bekasam
Ikan mujair
Garam
Cuka
Nasi atau beras sangrai
Bawang merah
Bawang putih
Cabai
Daun pisang
Air bersih
Penelitian TPC (Total Plate Count)
Alkohol
Aquadest
Media PCA
Media Na
Larutan pengencer NaCl
Kertas label
Penutup erlenmeyer dan tabung reaksi
Cara Kerja
Proses pembuatan bekasam
Disiapkan ikan mujair yang akan dibuat produk bekasam,
Membersihkan ikan dengan air bersih. (buang sisik,dan isi perut),
Timbang berat ikan yang sudah bersih tersebut,
Kemudian timbang garam 10-15 % dari berat ikan,
Lalu taburkan garam yang sudah ditimbang ke ikan didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam,
Ikan ditiriskan dan ditambah beras sangrai yang sudah disemi haluskan, garam, cuka, sebanyak masing-masing 25% dari bobot ikan,
Selanjutnya tambahkan pula bawang merah, bawang putih, serta cabai secukupnya,
Setelah itu campuran ikan dengan beras sangrai, garam, cuka, serta bawang merah, bawang putih dan cabai ditempatkan dalam wadah plastik atau toples, kemudian ditutup rapat agar tidak ada udara yang masuk,
Kemudian campuran tersebut di peram selama 1-2 minggu agar terjadi proses feremntasi.
Sumber : Yahya et al., 1997
Proses pengenceran dan penanaman dalam media
Timbang media yang akan digunakan seperti PCA dan NA serta NaCl yang nantinya akan digunakan sebagai larutan pengencer,
Kemudian larutkan media tersebut dengan aquadest sesuai volume yang diinginkan,
Sebelum media digunakan lakukan sterilisasi terlebih dahulu dalam autoclave,
Baru setelah itu media dapat digunakan,
Untuk media PCA dan NA dimasukkan dalam cawan petri steril secara aseptik,
Kemudian setelah itu didiamkan agar media menjadi padat,
Sementara untuk NaCl dipipet dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril secara aseptik,
Selanjutnya ambil 1 gram sampel ikan bekasam menggunakan ose atau sengkelit dimasukkan ke dalam larutan pengencer NaCl tadi,
Kemudian larutan pengencer yang sudah bercampur sampel dihomogenkan dengan cara di kocok perlahan,
Lalu secara aseptik ambil sampel yang ada di dalam larutan pengencer dengan menggunakan ose atau sengkelit dan ditanamkan ke media PCA dan NA yang sudah memadat.
Proses penanaman dengan cara metode gores kuadran, kemudian setelah selesai lakukan inkubasi di dalam inkubator dengan suhu 370 C selama 48 jam.
Proses penghitungan jumlah koloni
Cara menghitung koloni pada media PCA dan NA adalah sebagai berikut :
Cawan yang dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 25-250 bila dilakukan simplo dan < 250 bila dilakukan duplo.
Beberapa koloni yang tergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan,dapat dihitung sebagai satu koloni.
Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai garis tebal dihitung satu koloni.
Faktor pengenceran :
Koloni per ml :
D ata Hasil Pengamatan
Ikan yang digarami dan didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam
Bahan-bahan bumbu dan ikan untuk membuat bekasam
Ikan yang sudah dibalurin garam, beras sangrai, cuka, bawang putih dan cabai
Hasil ikan bekasam yang sudah didiamkan selama 1 minggu
Ikan bekasam yang sudah di goreng
Media untuk TPC (Total Plate Count) Hasil uji TPC pada ikan bekasam
Tabel Pengamatan Bekasam Ikan Mujair
Berat ikan sebelum digarami : 100 gram
Berat garam (10-15% dari berat ikan) : 12 gram
Berat ikan yang sudah digarami : 86 gram
Berat garam (25 % dari berat ikan) : 22 gram
Berat cuka (25 % dari berat ikan) : 22 gram
Berat beras sangrai (25 % dari berat ikan) : 22 gram
Cabai rawit merah : 5 buah
Bawang putih : 1 buah
Hasil pengamatan cek pH : 6 (enam) à asam mendekati netral
Nama Panelis
Tekstur
Rasa
Aroma
Warna
Kelompok 2
3
3
3
3
Kelompok 3
2
3
3
3
Kelompok 4
2
3
3
3
Kelompok 5
2
3
3
3
Kelompok 6
2
3
3
3
Keterangan Penilaian
1 = lembek
2 = lembut
3 = agak keras
4 = keras
1 = hambar
2 = sedikit asin
3 = asin
4 = sangat asin
1 = tidak kuat
2 = sedikit kuat
3 = kuat/harum
4 = sangat kuat
1 = putih
2 = kuning
3 = kuning coklat
4 = coklat
Tabel Presentase Tingkat Kesukaan terhadap Tekstur, Rasa, Aroma, Warna
Skor Penilaian
Presentase Tingkat Kesukaan (%)
Tekstur
Rasa
Aroma
Warna
1
0
0
0
0
2
80
0
0
0
3
20
100
100
100
4
0
0
0
0
Pehitungannya
Tabel Perhitungan media dan hasil pengamatan TPC
Media
Perhitungan
Pengamatan
PCA
25 ml x 2 x 6 klmpk x 23,5 gr/1000 = 7,05 gr
TBUD
NA
25 ml x 2 x 6 klmpk x 8 gr/1000 = 2,4 gr
TBUD
NaCl
0,85/100 x 9 ml x 6 klmpk = 0,459 gr
-
Pembahasan
Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada daging unggas dan mamalia karena pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila ikan terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga kandungan asam laktat ikan menjadi rendah.
Sehingga untuk memperpanjang daya simpan ikan banyak upaya yang dapat dilakukan melalui pengawetan, yaitu dengan cara penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian dan pendinginan ikan baik secara tradisional maupun secara modern. Selain itu terdapat suatu cara yang telah lama digunakan untuk pengawetan ikan yaitu dengan cara fermentasi.
Salah satu contoh produk fermentasi makanan adalah bekasam. Bekasam atau bekasem ikan merupakan ikan awetan yang diolah dengan cara penggaraman. Produk ikan awetan ini banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan, sedang di daerah Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan nama wadi. Jenis ikan yang biasa dipakai dalam pembuatan bekasam adalah ikan lele, ikan mas, tawes, gabus, nila dan mujair.
Pada dasarnya prinsip pembuatan bekasam ada 3 tahap yaitu :
Proses penggaraman
Bertujuan untuk mencegah terjadinya pembentukan amoniak dari senyawa nitrogen dan berperan dalam menyeleksi mikroba sehingga pembusukan dapat diminimalisir dan daya simpan produk lebih panjang. Seleksi mikroba berperan dalam menghambat bakteri pembusuk, namun mendukung pertumbuhan dan aktifitas bakteri fermentasi yang bersifat halofilik (suka garam) atau halotoleran (tahan garam)
Penambahan karbohidrat
Bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktak yang berperan dalam menguraikan karbohidrat menjadi senyawa-senyawa sederhana yaitu asam laktat, asam asetat, asam propionta dan etil alkohol. Senyawa-senyawa tersebut berfungsi sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada bekasam. Sumber karbohidrat yang umum digunakan adalah nasi, kerak nasi, beras sangrai, dan tapai beras.
Proses fermentasi
Bertujuan sebagai proses pemecahaan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik. Polisakarida lebih dahulu dipecah menjadi gula sederhana sebelum dimanfaatkan dalam fermentasi. Proses fermentasi glukosa terdiri dari 2 tahap yaitu pemecahan glukosa menjadi asam piruvat dilanjutkan tahap perubahan asam piruvat menjadi produk akhir yang spesifik, misalnya asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan sebagainya. Degradasi protein secara anaerobik dilakukan oleh enzim proteolitik. Protein yang terhidrolisis menjadi asam amino dan peptida akan terurai menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk dan digunakan sebagai sumber energi dan karbon oleh mikroorganisme anaerob. Mikroorganisme yang berperan dalam produk fermentasi bekasam, diantaranya pediococcus cereviceae, pediococcus halophilus, pediococcus pentosaceus, lactococcus garvieae, lactobacillus plantarum, streptococcus bovis, staphylococcus epidermidis, weisella cibaria, micrococcus sp dan bacillus sp.
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui pengawetan dari produk fermantasi bekasam dan mengetahui perubahan kimia yang terjadi dan mikrobia yang berperan dalam proses fermentasi bekasam serta agar mahasiswa memiliki ketrampilan dalam proses pembuatan bekasam.
Praktikum fementasi bekasam dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Teknologi Pangan Universitas Sahid Jakarta. Untuk rangkaian prosedurnya dimulai pada hari Selasa 17 maret 2015 pukul 10.00 WIB - selesai untuk perlakuan pembuatan bekasam hingga produk disimpan dalam toples pada kondisi anaerob. Selanjutnya dilakukan tes pH, uji organoleptik yang meliputi uji tekstur,rasa, aroma dan warna dilakukan pada hari selasa 24 maret 2015. Setelah dilakukan tes pH dan pengujian organoleptik selesai, pada hari yang sama dilakukan proses pengenceran sampel dan penanaman pada media PCA dan NA untuk mengetahui jumlah mikroba yang tumbuh pada sampel. Selanjutnya pada hari Jumat, 27 maret 2015 dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri yang tumbuh dalam 1 gram sampel ikan bekasam.
Sebelum dilakukannya pengujian organoleptik, kami mengadakan tes pH ikan bekasam terlebih dahulu
Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada presentase 100% garam, beras sangrai serta cuka yang mengasilkan ikan bekasam dengan pH terendah (pH 4,5) adalah ikan bekasam yang dibuat oleh kelompok 3 dan 6. Hal ini bisa dikarenakan jenis ikan dan berat ikan yang digunakan antara kedua kelompok sama dan mendekati sehingga bisa menghasilkan pH yang sama, selain itu sifat cuka yang memang asam kemudian konsentrasi yang terlalu besar yaitu 100 %. Lalu pada presentase 50 % garam, beras sangrai, serta cuka yang menghasilkan ikan bekasam dengan pH diantara pH 4 dan 5 adalah ikan bekasam kelompok 2 dan 5. Hal ini dikarenakan kemungkinan pada saat melakukan praktikum berat dan jenis ikan berbeda sehingga menghasilkan pH yang berbeda pula pada konsentrasi yang sama. Sedangkan pada presentase 25 % garam, beras sangrai serta cuka yang menghasilkan ikan bekasam dengan pH tertinggi (pH 6) adalah ikan bekasam yang dibuat oleh kelompok 1 dan 4. Hal ini dikarenakan jenis ikan dan berat ikan yang sama dan mendekati sehingga bisa menghasilkan pH yang sama. Selain itu dapat dikatakan nilai pH-nya relatif mendekati normal. Nilai pH yang mendekati normal ini sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri, sehingga ikan segar harus segera diolah dengan baik agar layak untuk dikonsumsi. Pengolahan ikan ini dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimumkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil budidaya.
Hasil uji organoleptik bekasam ikan mujair yang sebelum dimasak dilakukan dengan menilai 3 parameter mutu bahan pangan yang meliputi tekstur, aroma serta warna. Untuk penilaian tekstur sebelum dimasak ialah agak keras, kemudian penilaian aroma ikan sebelum dimasak ialah seperti ikan pepes tetapi tidak menyengat, dan selanjutnya penilaian warna ikan sebelum dimasak ialah warna ikan tetap tetapi warna beras menjadi kekuningan. Hal ini dikarenakan penggunaan ikan mujair yang masih segar sebagai bahan pembuatan bekasam.
Sementara hasil uji organoleptik bekasam ikan mujair yang sudah digoreng dilakukan dengan menilai 4 parameter mutu bahan pangan yang meliputi tekstur, rasa, aroma serta warna dari produk fermentasi hasil perikanan yang berupa bekasam ikan mujair.
Tekstur
Tekstur adalah sifat bahan yang dapat diterima dengan indera peraba. Uji organoleptik dengan parameter tekstur produk ikan bekasam yang sudah dimasak menunjukkan 80 % panelis mengatakan tekstur lembut. Hal ini terjadi karena berkurangnya kadar air pada bahan yang tertarik keluar dengan adanya penambahan garam sebanyak 25 % dari berat ikan.
Rasa
Rasa adalah penilaian yang menggunakan indera cecapan, khususnya mulut. Uji organoleptik dengan parameter rasa produk ikan bekasam yang sudah dimasak menunjukkan 100 % panelis mengatakan rasa ikan bekasam ini adalah asin. Hal ini bisa jadi dikarenakan penambahan garam yang terlalu banyak yaitu 25 % dari berat ikan.
Warna
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa factor diantaranya cita rasa, warna, tektur dan nilai gizinya; disamping itu ada faktor lain misalnya sifat mikrobiologis (Winarno, 1999). Faktor-faktor di atas dapat mempunyai bobot yang berbeda, bergantung dari produk yang diuji namun salah satu faktor terpenting penilaian sensorik makanan adalah warna, karena faktor warna secara visual tampil terlebih dahulu dan sangat menentukan (Fennema, 1985). Hasil pengamatan parameter warna menunjukkan 100 % panelis mengatakan warna ikan bekasam yang sudah dimasak adalah kuning kecoklatan. Hal ini sangat dimungkinkan akibat penggunaan ikan mujair yang segar sebagai bahan pembuatan bekasam.
Bau
Bau merupakan salah satu komponen dari cita rasa bahan pangan dan telah menjadi penentu kelezatan suatu bahan makanan. Tidak seperti indra cecapan, indra pencium tidak tergantung pada penglihatan, pendengaran ataupun sentuhan (Winarno, 1991). Bekasam ikan mempunyai bau yang khas yang merupakan ciri khusus dari produk-produk fermentasi (Tedja dan Nur, 1979). Pada hasil pengujian organoleptik dengan parameter bau, aroma yang tercium ikan bekasam yang sudah dimasak teridentifikasi sebagai aroma harum bumbu. Ini terbukti dengan hasil uji 100 % panelis yang ada mengatakan bahwa ikan bekasam kelompok kami beraroma harum bumbu. Pada umumnya aroma produk fermentasi memiliki cita rasa khas apabila yang diolah ialah ikan segar dan memenuhi standar pengolahan yang baik. Winarno, (1991) menyatakan bahwa pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus. Bau asam dapat diakibatkan oleh turunnya pH sebuah makanan atau terurainya senyawa-senyawa pada makanan menjadi senyawa yang volatile. Namun karena produk ikan kami memiliki pH tidak terlalu asam bahkan mendekati netral maka tidak menimbulkan bau asam.
Jumlah koloni bakteri yang terdapat pada produk bekasam juga turut mempengaruhi kualitas bekasam yang dihasilkan. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan ternyata ikan bekasam kelompok kami ditemukan adanya bakteri yang tumbuh, tetapi tidak dapat dihitung sesuai aturan perhitungan TPC. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok kami hasilnya TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Hal ini dimungkinkan terjadi karena ose atau sengkelit yang kurang steril, kemudian saat mengambil sampel yang kurang steril dan pengerjaan yang dilakukan dibawah AC, sehingga kontaminan dapat tumbuh dan pertumbuhannya menyebar.
Kesimpulan
Bekasam atau bekasem ikan merupakan ikan awetan yang diolah dengan cara penggaraman. Produk ikan awetan ini banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan, sedang di daerah Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan nama wadi. Jenis ikan yang biasa dipakai dalam pembuatan bekasam adalah ikan lele, ikan mas, tawes, gabus, nila dan mujair.
Pada dasarnya prinsip pembuatan bekasam ada 3 tahap yaitu : proses penggaraman, penambahan karbohidrat dan proses fermentasi. Proses fermentasi pada Bekasam ikan, yaitu dilakukan bersamaan dengan proses fermentasi nasi (karbohidrat). Dalam hal ini nasi sengaja ditambahkan ke dalam toples dan ikan untuk digunakan sebagai sumber energi oleh mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi daging ikan.
Hasil uji organoleptik bekasam ikan mujair yang sebelum dimasak dilakukan dengan menilai 3 parameter mutu bahan pangan yang meliputi tekstur, aroma serta warna. Untuk penilaian tekstur sebelum dimasak ialah agak keras, kemudian penilaian aroma ikan sebelum dimasak ialah seperti ikan pepes tetapi tidak menyengat, dan selanjutnya penilaian warna ikan sebelum dimasak ialah warna ikan tetap tetapi warna beras menjadi kekuningan. Hal ini dikarenakan penggunaan ikan mujair yang masih segar sebagai bahan pembuatan bekasam.
Sementara hasil uji organoleptik bekasam ikan mujair yang sudah digoreng dilakukan dengan menilai 4 parameter mutu bahan pangan yang meliputi tekstur, rasa, aroma serta warna dari produk fermentasi hasil perikanan yang berupa bekasam ikan mujair. Untuk tekstur 80 % memilih lembut, lalu untuk rasa 100 % memilih asin, selanjutnya untuk aroma 100 % memilih aroma harum bumbu, dan untuk warna 100 % memilih kuning kecoklatan.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan ternyata ikan bekasam kelompok kami ditemukan adanya bakteri yang tumbuh, tetapi tidak dapat dihitung sesuai aturan perhitungan TPC. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok kami hasilnya TBUD.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Buckle, K.A ; R.A. Edwardrs; G.H.Fleet and M.Wolfon.1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Murniyati, A.S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius Yogyakarta.
Natalia, Aulia Sari Setiadi. 2001. Mempelajari Penggunaan Cairan Pikel Ketimun Sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat Pada Pembuatan Bekasam Ikan Tawes (Puntius javanicus). Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultaas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Riza, F. 2008. Analisis Deskriptif Bekasam Ikan Kembung dengan penggunaan Samu dan Samu Ketan Putih. Jurusan teknologi Industri Fakulatas Teknik. Universitas Negeri Malang.
Setiadi, N. 2001. Mempelajari Penggunaan Cairan Pikel Ketimun sebagai Sumber Bakteri Asam laktat pada Pembuatan Bekasam Ikan Tawes (Puntius javanicus) . fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ITB. Bogor.
Tedja, T Dan A. Nur. 1979. Mempelajari Pengaruh Bakteri Asam Laktat Pada Fermentasi Ikan Bergaram. Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan. Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Jakarta
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta.
Yahya, Djoko Wibowo, Purnomo Darmadji. 1997. Karakteristik Bakteri Asam Laktat Dan Perubahan Kimia Pada Fermentasi “Bekasam” Ikan Mujair (Tilapia Mossambica). Program Studi Ilmu Dan Teknologi Pangan Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.
Zulnaidi, 2007. Metode Penelitian. Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra. Universitas Sumatera Utara. Medan.
GLOSARIUM
Anaerobik = keadaan dimana kadar oksigen yang dibutuhkan terbatas atau
sedikit.
Aseptik = Bebas dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi
atau kontaminasi.
Autoclave = Alat untuk sterilisasi basah dengan prinsip menggunakan
tekanan uap air panas.
Fermentasi = produksi energi dalam keadaan anaerobik memanfaatkan
Mikroorganisme.
Inkubasi = proses memelihara kultur bakteri dalam suhu tertentu selama
jangka waktu tertentu untuk memantau pertumbuhan bakteri.
Koloni = Pertumbuhan mikroorganisme pada medium kultur padat yang
dapat dilihat dengan mata (secara makrokopik).
Kontaminasi = Masuknya organime yang tidak diinginkan ke dalam suatu
objek atau bahan.
Medium = Komponen yang digunakan untuk mensuplai nutrien untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme.
Mikroorganisme = Suatu bentuk kehidupan yang berukuran mikroskopik.
Oven = Alat untuk sterilisasi kering dengan prinsip tidak menggunakan
tekanan melainkan menggunakan udara kering.
Total Plate Count = Metode yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah
mikroba di dalam bahan pangan.
Steril = Bebas dari organisme hidup
( 17 Maret 2015 )
Latar Belakang
Ikan merupakan sumber protein yang sangat potensial dan sangat diperlukan oleh manusia, selain itu protein adalah komponen terbesar setelah air yang terdapat pada daging ikan. Tingginya kandungan protein dan kadar air pada tubuh ikan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikrobia, oleh karena itu ikan adalah komoditi yang mudah rusak atau cepat mengalami kemunduran mutu. Hal inilah yang menyebabkan ikan disebut sebagai perishable food atau bahan makanan yang cepat membusuk (Hadiwiyoto, 1993).
Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada daging unggas dan mamalia karena pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila ikan terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga kandungan asam laktat ikan menjadi rendah.
Dengan demikian nilai pH-nya relatif mendekati normal. Nilai pH yang mendekati normal ini sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri, sehingga ikan segar harus segera diolah dengan baik agar layak untuk dikonsumsi. Pengolahan ikan ini dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimumkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil budidaya. Pengolahan ikan meliputi cara meghambat pembusukkan.
Sehingga untuk memperpanjang daya simpan ikan banyak upaya yang dapat dilakukan melalui pengawetan, yaitu dengan cara penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian dan pendinginan ikan baik secara tradisional maupun secara modern. Selain itu terdapat suatu cara yang telah lama digunakan untuk pengawetan ikan yaitu dengan cara fermentasi.
Salah satu contoh produk fermentasi makanan adalah bekasam. Bekasam atau bekasem ikan merupakan ikan awetan yang diolah dengan cara penggaraman dan peragian. Produk ikan awetan ini banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan, sedang di daerah Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan nama wadi. Jenis ikan yang biasa dipakai dalam pembuatan bekasam adalah ikan lele, ikan mas, tawes, gabus, nila dan mujair.
Tujuan Praktikum
Adapun dari praktikum mikrobiologi pengolahan pangan yang dilakukan kali ini ialah bertujuan :
Agar mahasiswa mengetahui pengawetan dari produk fermentasi bekasam.
Agar mahasiswa mengetahui perubahan kimia yang terjadi didalam olahan bekasam.
Agar mahasiswa mengetahui mikroba yang berperan di dalam fermentasi bekasam.
Agar mahasiswa memiliki ketrampilan dalam proses pembuatan bekasam.
Teori Singkat
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisme diantara beribu-ribu jenis bakteri (Buckle, et al., 1987. Ditambahkan oleh Afrianto dan Liviawaty (2005), pada dasarnya fermentasi adalah suatu proses penguraian senyawa-senyawa yang lebih sederhana enzim atau fermen yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorrganisme, dan berlangsung dalam kondisi lingkungan yang terkontrol. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000, fermentasi adalah proses penguraian daging yang dilakukan oleh enzim yang memberikan hasil yang meguntungkan. Proses fermentasi serupa dengan pembusukan, tetapi fermentasi menghasilkan zat-zat yang memberikan hasil rasa dan aroma yang spesifik dan disukai orang.
Ikan Mujair merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak ditangkap di daerah perairan umum, kolam, sawah dan tambak serta biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar, asin dan kering. Oleh karena bentuk olahan tersebut mempunyai masa simpan yang relatif pendek, maka pemasarannya terbatas pada daya awet dari olahan tersebut, disamping itu ikan cepat mengalami pembusukan dan tidak bertahan lama, maka perlu dilakukan pengolahan ikan yang lebih baik, salah satu alternatif pemecahan diatas adalah pengolahan dengan fermentasi sehingga dihasilkan produk yang mempunyai daya awet lama dan disukai konsumen.
Bekasam merupakan produk olahan ikan dengan cara fermentasi menggunakan bakteri asam laktat dan kadar garam tinggi. Bekasam merupakan makanan khas Kalimantan Tengah yang bahan fermentasi pembuatan bekasam ialah samu (Riza, 2008). Bekasam memiliki komposisi gizi yang cukup baik dan dikonsumsi sebagai pelengkap lauk pauk. Sayangnya, bekasam belum cukup dikenal sebagai produk fermentasi komersial seperti kecap ikan atau peda. Rasa bekasam yang asam dan asin membuat produk ini memiliki cita rasa khas yang tidak dimiliki oleh produk olahan lainnya. Pembuatan bekasam dapat dijadikan salah satu alternatif pengolahan bahan pangan sehingga umur simpan bahan pangan dapat lebih lama. Bekasam yang telah digoreng dan dibumbui dapat memiliki umur simpan yang relatif lama dalam suhu kamar. Dengan cara pengolahan dan penyimpanan yang baik, bekasam dapat disimpan berbulan-bulan tanpa mengalami banyak penurunan mutu (Setiadi, 2001).
Pada dasarnya prinsip pembuatan bekasam ada 3 tahap yaitu :
Proses penggaraman
Bertujuan untuk mencegah terjadinya pembentukan amoniak dari senyawa nitrogen dan berperan dalam menyeleksi mikroba sehingga pembusukan dapat diminimalisir dan daya simpan produk lebih panjang. Seleksi mikroba berperan dalam menghambat bakteri pembusuk, namun mendukung pertumbuhan dan aktifitas bakteri fermentasi yang bersifat halofilik (suka garam) atau halotoleran (tahan garam)
Penambahan karbohidrat
Bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktak yang berperan dalam menguraikan karbohidrat menjadi senyawa-senyawa sederhana yaitu asam laktat, asam asetat, asam propionta dan etil alkohol. Senyawa-senyawa tersebut berfungsi sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada bekasam. Sumber karbohidrat yang umum digunakan adalah nasi, kerak nasi, beras sangrai, dan tapai beras.
Proses fermentasi
Bertujuan sebagai proses pemecahaan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik. Polisakarida lebih dahulu dipecah menjadi gula sederhana sebelum dimanfaatkan dalam fermentasi. Proses fermentasi glukosa terdiri dari 2 tahap yaitu pemecahan glukosa menjadi asam piruvat dilanjutkan tahap perubahan asam piruvat menjadi produk akhir yang spesifik, misalnya asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan sebagainya. Degradasi protein secara anaerobik dilakukan oleh enzim proteolitik. Protein yang terhidrolisis menjadi asam amino dan peptida akan terurai menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk dan digunakan sebagai sumber energi dan karbon oleh mikroorganisme anaerob. Mikroorganisme yang berperan dalam produk fermentasi bekasam, diantaranya pediococcus cereviceae, pediococcus halophilus, pediococcus pentosaceus, lactococcus garvieae, lactobacillus plantarum, streptococcus bovis, staphylococcus epidermidis, weisella cibaria, micrococcus sp dan bacillus sp.
Alat dan Bahan
Alat – alat
Pembuatan bekasam
Timbangan Analitik : untuk menimbang berat ikan,nasi, dan garam
yang dibutuhkan.
Toples atau Plastik : sebagai tempat untuk proses fermentasi dalam
pembutan bekasam.
Pisau : untuk memotong dan membersihkan ikan.
Talenan : sebagai tempat memotong ikan.
Sendok : untuk mencampur bahan bahan supaya merata.
Baskom saringan : untuk meletakan ikan segar yang diberi garam.
Penelitian TPC (Total Plate Count)
Bunsen : sebagai media pemanas untuk kerja aseptik.
Cawan petri : untuk tempat media padat dan sampel.
Autoclave : untuk sterilisasi media.
Oven : untuk sterilisasi cawan petri.
Inkubator : untuk tempat melakukan inkubasi.
Ose atau sengkelit : sebagai alat untuk menanam bakteri.
Erlenmeyer 250 ml : untuk tempat media cair.
Rak tabung reaksi : untuk tempat meletakan tabung reaksi.
Tabung reaksi : untuk media pengencer NaCl.
Timbangan digital : untuk menimbang sampel dan media yang akan
digunakan.
Bahan
Pembuatan bekasam
Ikan mujair
Garam
Cuka
Nasi atau beras sangrai
Bawang merah
Bawang putih
Cabai
Daun pisang
Air bersih
Penelitian TPC (Total Plate Count)
Alkohol
Aquadest
Media PCA
Media Na
Larutan pengencer NaCl
Kertas label
Penutup erlenmeyer dan tabung reaksi
Cara Kerja
Proses pembuatan bekasam
Disiapkan ikan mujair yang akan dibuat produk bekasam,
Membersihkan ikan dengan air bersih. (buang sisik,dan isi perut),
Timbang berat ikan yang sudah bersih tersebut,
Kemudian timbang garam 10-15 % dari berat ikan,
Lalu taburkan garam yang sudah ditimbang ke ikan didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam,
Ikan ditiriskan dan ditambah beras sangrai yang sudah disemi haluskan, garam, cuka, sebanyak masing-masing 25% dari bobot ikan,
Selanjutnya tambahkan pula bawang merah, bawang putih, serta cabai secukupnya,
Setelah itu campuran ikan dengan beras sangrai, garam, cuka, serta bawang merah, bawang putih dan cabai ditempatkan dalam wadah plastik atau toples, kemudian ditutup rapat agar tidak ada udara yang masuk,
Kemudian campuran tersebut di peram selama 1-2 minggu agar terjadi proses feremntasi.
Sumber : Yahya et al., 1997
Proses pengenceran dan penanaman dalam media
Timbang media yang akan digunakan seperti PCA dan NA serta NaCl yang nantinya akan digunakan sebagai larutan pengencer,
Kemudian larutkan media tersebut dengan aquadest sesuai volume yang diinginkan,
Sebelum media digunakan lakukan sterilisasi terlebih dahulu dalam autoclave,
Baru setelah itu media dapat digunakan,
Untuk media PCA dan NA dimasukkan dalam cawan petri steril secara aseptik,
Kemudian setelah itu didiamkan agar media menjadi padat,
Sementara untuk NaCl dipipet dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril secara aseptik,
Selanjutnya ambil 1 gram sampel ikan bekasam menggunakan ose atau sengkelit dimasukkan ke dalam larutan pengencer NaCl tadi,
Kemudian larutan pengencer yang sudah bercampur sampel dihomogenkan dengan cara di kocok perlahan,
Lalu secara aseptik ambil sampel yang ada di dalam larutan pengencer dengan menggunakan ose atau sengkelit dan ditanamkan ke media PCA dan NA yang sudah memadat.
Proses penanaman dengan cara metode gores kuadran, kemudian setelah selesai lakukan inkubasi di dalam inkubator dengan suhu 370 C selama 48 jam.
Proses penghitungan jumlah koloni
Cara menghitung koloni pada media PCA dan NA adalah sebagai berikut :
Cawan yang dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 25-250 bila dilakukan simplo dan < 250 bila dilakukan duplo.
Beberapa koloni yang tergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan,dapat dihitung sebagai satu koloni.
Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai garis tebal dihitung satu koloni.
Faktor pengenceran :
Koloni per ml :
D ata Hasil Pengamatan
Ikan yang digarami dan didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam
Bahan-bahan bumbu dan ikan untuk membuat bekasam
Ikan yang sudah dibalurin garam, beras sangrai, cuka, bawang putih dan cabai
Hasil ikan bekasam yang sudah didiamkan selama 1 minggu
Ikan bekasam yang sudah di goreng
Media untuk TPC (Total Plate Count) Hasil uji TPC pada ikan bekasam
Tabel Pengamatan Bekasam Ikan Mujair
Berat ikan sebelum digarami : 100 gram
Berat garam (10-15% dari berat ikan) : 12 gram
Berat ikan yang sudah digarami : 86 gram
Berat garam (25 % dari berat ikan) : 22 gram
Berat cuka (25 % dari berat ikan) : 22 gram
Berat beras sangrai (25 % dari berat ikan) : 22 gram
Cabai rawit merah : 5 buah
Bawang putih : 1 buah
Hasil pengamatan cek pH : 6 (enam) à asam mendekati netral
Nama Panelis
Tekstur
Rasa
Aroma
Warna
Kelompok 2
3
3
3
3
Kelompok 3
2
3
3
3
Kelompok 4
2
3
3
3
Kelompok 5
2
3
3
3
Kelompok 6
2
3
3
3
Keterangan Penilaian
1 = lembek
2 = lembut
3 = agak keras
4 = keras
1 = hambar
2 = sedikit asin
3 = asin
4 = sangat asin
1 = tidak kuat
2 = sedikit kuat
3 = kuat/harum
4 = sangat kuat
1 = putih
2 = kuning
3 = kuning coklat
4 = coklat
Tabel Presentase Tingkat Kesukaan terhadap Tekstur, Rasa, Aroma, Warna
Skor Penilaian
Presentase Tingkat Kesukaan (%)
Tekstur
Rasa
Aroma
Warna
1
0
0
0
0
2
80
0
0
0
3
20
100
100
100
4
0
0
0
0
Pehitungannya
Tabel Perhitungan media dan hasil pengamatan TPC
Media
Perhitungan
Pengamatan
PCA
25 ml x 2 x 6 klmpk x 23,5 gr/1000 = 7,05 gr
TBUD
NA
25 ml x 2 x 6 klmpk x 8 gr/1000 = 2,4 gr
TBUD
NaCl
0,85/100 x 9 ml x 6 klmpk = 0,459 gr
-
Pembahasan
Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada daging unggas dan mamalia karena pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen dan glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila ikan terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga kandungan asam laktat ikan menjadi rendah.
Sehingga untuk memperpanjang daya simpan ikan banyak upaya yang dapat dilakukan melalui pengawetan, yaitu dengan cara penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian dan pendinginan ikan baik secara tradisional maupun secara modern. Selain itu terdapat suatu cara yang telah lama digunakan untuk pengawetan ikan yaitu dengan cara fermentasi.
Salah satu contoh produk fermentasi makanan adalah bekasam. Bekasam atau bekasem ikan merupakan ikan awetan yang diolah dengan cara penggaraman. Produk ikan awetan ini banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan, sedang di daerah Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan nama wadi. Jenis ikan yang biasa dipakai dalam pembuatan bekasam adalah ikan lele, ikan mas, tawes, gabus, nila dan mujair.
Pada dasarnya prinsip pembuatan bekasam ada 3 tahap yaitu :
Proses penggaraman
Bertujuan untuk mencegah terjadinya pembentukan amoniak dari senyawa nitrogen dan berperan dalam menyeleksi mikroba sehingga pembusukan dapat diminimalisir dan daya simpan produk lebih panjang. Seleksi mikroba berperan dalam menghambat bakteri pembusuk, namun mendukung pertumbuhan dan aktifitas bakteri fermentasi yang bersifat halofilik (suka garam) atau halotoleran (tahan garam)
Penambahan karbohidrat
Bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktak yang berperan dalam menguraikan karbohidrat menjadi senyawa-senyawa sederhana yaitu asam laktat, asam asetat, asam propionta dan etil alkohol. Senyawa-senyawa tersebut berfungsi sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada bekasam. Sumber karbohidrat yang umum digunakan adalah nasi, kerak nasi, beras sangrai, dan tapai beras.
Proses fermentasi
Bertujuan sebagai proses pemecahaan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik. Polisakarida lebih dahulu dipecah menjadi gula sederhana sebelum dimanfaatkan dalam fermentasi. Proses fermentasi glukosa terdiri dari 2 tahap yaitu pemecahan glukosa menjadi asam piruvat dilanjutkan tahap perubahan asam piruvat menjadi produk akhir yang spesifik, misalnya asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan sebagainya. Degradasi protein secara anaerobik dilakukan oleh enzim proteolitik. Protein yang terhidrolisis menjadi asam amino dan peptida akan terurai menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk dan digunakan sebagai sumber energi dan karbon oleh mikroorganisme anaerob. Mikroorganisme yang berperan dalam produk fermentasi bekasam, diantaranya pediococcus cereviceae, pediococcus halophilus, pediococcus pentosaceus, lactococcus garvieae, lactobacillus plantarum, streptococcus bovis, staphylococcus epidermidis, weisella cibaria, micrococcus sp dan bacillus sp.
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui pengawetan dari produk fermantasi bekasam dan mengetahui perubahan kimia yang terjadi dan mikrobia yang berperan dalam proses fermentasi bekasam serta agar mahasiswa memiliki ketrampilan dalam proses pembuatan bekasam.
Praktikum fementasi bekasam dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Teknologi Pangan Universitas Sahid Jakarta. Untuk rangkaian prosedurnya dimulai pada hari Selasa 17 maret 2015 pukul 10.00 WIB - selesai untuk perlakuan pembuatan bekasam hingga produk disimpan dalam toples pada kondisi anaerob. Selanjutnya dilakukan tes pH, uji organoleptik yang meliputi uji tekstur,rasa, aroma dan warna dilakukan pada hari selasa 24 maret 2015. Setelah dilakukan tes pH dan pengujian organoleptik selesai, pada hari yang sama dilakukan proses pengenceran sampel dan penanaman pada media PCA dan NA untuk mengetahui jumlah mikroba yang tumbuh pada sampel. Selanjutnya pada hari Jumat, 27 maret 2015 dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri yang tumbuh dalam 1 gram sampel ikan bekasam.
Sebelum dilakukannya pengujian organoleptik, kami mengadakan tes pH ikan bekasam terlebih dahulu
Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada presentase 100% garam, beras sangrai serta cuka yang mengasilkan ikan bekasam dengan pH terendah (pH 4,5) adalah ikan bekasam yang dibuat oleh kelompok 3 dan 6. Hal ini bisa dikarenakan jenis ikan dan berat ikan yang digunakan antara kedua kelompok sama dan mendekati sehingga bisa menghasilkan pH yang sama, selain itu sifat cuka yang memang asam kemudian konsentrasi yang terlalu besar yaitu 100 %. Lalu pada presentase 50 % garam, beras sangrai, serta cuka yang menghasilkan ikan bekasam dengan pH diantara pH 4 dan 5 adalah ikan bekasam kelompok 2 dan 5. Hal ini dikarenakan kemungkinan pada saat melakukan praktikum berat dan jenis ikan berbeda sehingga menghasilkan pH yang berbeda pula pada konsentrasi yang sama. Sedangkan pada presentase 25 % garam, beras sangrai serta cuka yang menghasilkan ikan bekasam dengan pH tertinggi (pH 6) adalah ikan bekasam yang dibuat oleh kelompok 1 dan 4. Hal ini dikarenakan jenis ikan dan berat ikan yang sama dan mendekati sehingga bisa menghasilkan pH yang sama. Selain itu dapat dikatakan nilai pH-nya relatif mendekati normal. Nilai pH yang mendekati normal ini sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri, sehingga ikan segar harus segera diolah dengan baik agar layak untuk dikonsumsi. Pengolahan ikan ini dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimumkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil budidaya.
Hasil uji organoleptik bekasam ikan mujair yang sebelum dimasak dilakukan dengan menilai 3 parameter mutu bahan pangan yang meliputi tekstur, aroma serta warna. Untuk penilaian tekstur sebelum dimasak ialah agak keras, kemudian penilaian aroma ikan sebelum dimasak ialah seperti ikan pepes tetapi tidak menyengat, dan selanjutnya penilaian warna ikan sebelum dimasak ialah warna ikan tetap tetapi warna beras menjadi kekuningan. Hal ini dikarenakan penggunaan ikan mujair yang masih segar sebagai bahan pembuatan bekasam.
Sementara hasil uji organoleptik bekasam ikan mujair yang sudah digoreng dilakukan dengan menilai 4 parameter mutu bahan pangan yang meliputi tekstur, rasa, aroma serta warna dari produk fermentasi hasil perikanan yang berupa bekasam ikan mujair.
Tekstur
Tekstur adalah sifat bahan yang dapat diterima dengan indera peraba. Uji organoleptik dengan parameter tekstur produk ikan bekasam yang sudah dimasak menunjukkan 80 % panelis mengatakan tekstur lembut. Hal ini terjadi karena berkurangnya kadar air pada bahan yang tertarik keluar dengan adanya penambahan garam sebanyak 25 % dari berat ikan.
Rasa
Rasa adalah penilaian yang menggunakan indera cecapan, khususnya mulut. Uji organoleptik dengan parameter rasa produk ikan bekasam yang sudah dimasak menunjukkan 100 % panelis mengatakan rasa ikan bekasam ini adalah asin. Hal ini bisa jadi dikarenakan penambahan garam yang terlalu banyak yaitu 25 % dari berat ikan.
Warna
Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa factor diantaranya cita rasa, warna, tektur dan nilai gizinya; disamping itu ada faktor lain misalnya sifat mikrobiologis (Winarno, 1999). Faktor-faktor di atas dapat mempunyai bobot yang berbeda, bergantung dari produk yang diuji namun salah satu faktor terpenting penilaian sensorik makanan adalah warna, karena faktor warna secara visual tampil terlebih dahulu dan sangat menentukan (Fennema, 1985). Hasil pengamatan parameter warna menunjukkan 100 % panelis mengatakan warna ikan bekasam yang sudah dimasak adalah kuning kecoklatan. Hal ini sangat dimungkinkan akibat penggunaan ikan mujair yang segar sebagai bahan pembuatan bekasam.
Bau
Bau merupakan salah satu komponen dari cita rasa bahan pangan dan telah menjadi penentu kelezatan suatu bahan makanan. Tidak seperti indra cecapan, indra pencium tidak tergantung pada penglihatan, pendengaran ataupun sentuhan (Winarno, 1991). Bekasam ikan mempunyai bau yang khas yang merupakan ciri khusus dari produk-produk fermentasi (Tedja dan Nur, 1979). Pada hasil pengujian organoleptik dengan parameter bau, aroma yang tercium ikan bekasam yang sudah dimasak teridentifikasi sebagai aroma harum bumbu. Ini terbukti dengan hasil uji 100 % panelis yang ada mengatakan bahwa ikan bekasam kelompok kami beraroma harum bumbu. Pada umumnya aroma produk fermentasi memiliki cita rasa khas apabila yang diolah ialah ikan segar dan memenuhi standar pengolahan yang baik. Winarno, (1991) menyatakan bahwa pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus. Bau asam dapat diakibatkan oleh turunnya pH sebuah makanan atau terurainya senyawa-senyawa pada makanan menjadi senyawa yang volatile. Namun karena produk ikan kami memiliki pH tidak terlalu asam bahkan mendekati netral maka tidak menimbulkan bau asam.
Jumlah koloni bakteri yang terdapat pada produk bekasam juga turut mempengaruhi kualitas bekasam yang dihasilkan. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan ternyata ikan bekasam kelompok kami ditemukan adanya bakteri yang tumbuh, tetapi tidak dapat dihitung sesuai aturan perhitungan TPC. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok kami hasilnya TBUD (Terlalu Banyak Untuk Dihitung). Hal ini dimungkinkan terjadi karena ose atau sengkelit yang kurang steril, kemudian saat mengambil sampel yang kurang steril dan pengerjaan yang dilakukan dibawah AC, sehingga kontaminan dapat tumbuh dan pertumbuhannya menyebar.
Kesimpulan
Bekasam atau bekasem ikan merupakan ikan awetan yang diolah dengan cara penggaraman. Produk ikan awetan ini banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan, sedang di daerah Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan nama wadi. Jenis ikan yang biasa dipakai dalam pembuatan bekasam adalah ikan lele, ikan mas, tawes, gabus, nila dan mujair.
Pada dasarnya prinsip pembuatan bekasam ada 3 tahap yaitu : proses penggaraman, penambahan karbohidrat dan proses fermentasi. Proses fermentasi pada Bekasam ikan, yaitu dilakukan bersamaan dengan proses fermentasi nasi (karbohidrat). Dalam hal ini nasi sengaja ditambahkan ke dalam toples dan ikan untuk digunakan sebagai sumber energi oleh mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi daging ikan.
Hasil uji organoleptik bekasam ikan mujair yang sebelum dimasak dilakukan dengan menilai 3 parameter mutu bahan pangan yang meliputi tekstur, aroma serta warna. Untuk penilaian tekstur sebelum dimasak ialah agak keras, kemudian penilaian aroma ikan sebelum dimasak ialah seperti ikan pepes tetapi tidak menyengat, dan selanjutnya penilaian warna ikan sebelum dimasak ialah warna ikan tetap tetapi warna beras menjadi kekuningan. Hal ini dikarenakan penggunaan ikan mujair yang masih segar sebagai bahan pembuatan bekasam.
Sementara hasil uji organoleptik bekasam ikan mujair yang sudah digoreng dilakukan dengan menilai 4 parameter mutu bahan pangan yang meliputi tekstur, rasa, aroma serta warna dari produk fermentasi hasil perikanan yang berupa bekasam ikan mujair. Untuk tekstur 80 % memilih lembut, lalu untuk rasa 100 % memilih asin, selanjutnya untuk aroma 100 % memilih aroma harum bumbu, dan untuk warna 100 % memilih kuning kecoklatan.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan ternyata ikan bekasam kelompok kami ditemukan adanya bakteri yang tumbuh, tetapi tidak dapat dihitung sesuai aturan perhitungan TPC. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok kami hasilnya TBUD.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Buckle, K.A ; R.A. Edwardrs; G.H.Fleet and M.Wolfon.1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Murniyati, A.S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius Yogyakarta.
Natalia, Aulia Sari Setiadi. 2001. Mempelajari Penggunaan Cairan Pikel Ketimun Sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat Pada Pembuatan Bekasam Ikan Tawes (Puntius javanicus). Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultaas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Riza, F. 2008. Analisis Deskriptif Bekasam Ikan Kembung dengan penggunaan Samu dan Samu Ketan Putih. Jurusan teknologi Industri Fakulatas Teknik. Universitas Negeri Malang.
Setiadi, N. 2001. Mempelajari Penggunaan Cairan Pikel Ketimun sebagai Sumber Bakteri Asam laktat pada Pembuatan Bekasam Ikan Tawes (Puntius javanicus) . fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ITB. Bogor.
Tedja, T Dan A. Nur. 1979. Mempelajari Pengaruh Bakteri Asam Laktat Pada Fermentasi Ikan Bergaram. Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan. Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Jakarta
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta.
Yahya, Djoko Wibowo, Purnomo Darmadji. 1997. Karakteristik Bakteri Asam Laktat Dan Perubahan Kimia Pada Fermentasi “Bekasam” Ikan Mujair (Tilapia Mossambica). Program Studi Ilmu Dan Teknologi Pangan Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.
Zulnaidi, 2007. Metode Penelitian. Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra. Universitas Sumatera Utara. Medan.
GLOSARIUM
Anaerobik = keadaan dimana kadar oksigen yang dibutuhkan terbatas atau
sedikit.
Aseptik = Bebas dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi
atau kontaminasi.
Autoclave = Alat untuk sterilisasi basah dengan prinsip menggunakan
tekanan uap air panas.
Fermentasi = produksi energi dalam keadaan anaerobik memanfaatkan
Mikroorganisme.
Inkubasi = proses memelihara kultur bakteri dalam suhu tertentu selama
jangka waktu tertentu untuk memantau pertumbuhan bakteri.
Koloni = Pertumbuhan mikroorganisme pada medium kultur padat yang
dapat dilihat dengan mata (secara makrokopik).
Kontaminasi = Masuknya organime yang tidak diinginkan ke dalam suatu
objek atau bahan.
Medium = Komponen yang digunakan untuk mensuplai nutrien untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme.
Mikroorganisme = Suatu bentuk kehidupan yang berukuran mikroskopik.
Oven = Alat untuk sterilisasi kering dengan prinsip tidak menggunakan
tekanan melainkan menggunakan udara kering.
Total Plate Count = Metode yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah
mikroba di dalam bahan pangan.
Steril = Bebas dari organisme hidup
0 komentar:
Posting Komentar