Pernah ada seorang teman bertanya padaku, “Net, lo sama dia aja sih. Dia udah baik, pinter, alim, kerjaannya bagus. Terus sayang sama lo. Kenapa sih lo tolak terus?” Yang aku bisa jawab cuma tersenyum sambil bilang “Kalo gak sayang untuk apa di terima?”.
Pernah juga ada yang bertanya “Net, kenapa
sih lo rela ngorbanin banyak hal buat dia. Gak kasihan sama hati lo? Udah
saatnya lo move on.” Lagi-lagi aku tersenyum dan menjawab “Kalau sayang ya
harus di perjuangin. Sesakit apapun luka yang di berikan.”
Sampai akhirnya waktu itu tiba...
“Lo kenapa Net?” Seorang teman memelukku
erat.
Yang aku bisa cuma menangis tanpa ada
senyum sedikit pun.
Yang aku rasakan hanya rasa sakit tak
berujung.
Yang aku mau saat itu hanya menangis dan
memeluk siapa saja dengan erat.
Rasanya saat itu ingin pergi. Pergi yang
jauh. Kalau bisa amnesia. Begitu dalam jatuh pada keputusasaan cinta. Sampai
ketika aku melihat cermin. Aku melihat mataku sembab. Air mata tak berhentinya
mengalir. Duniaku mendadak abu-abu. Rasanya tenggelam dalam kekecewaan.
“Net. Lupain dia.” Banyak teman bilang
begitu.
“Aku sayang dia.” Aku cuma bisa bilang itu.
Namun, entahlah. Rasanya bodoh.
“Sampai kapan terus-terusan kayak gini
sih?”
“...” Aku diam. Hening.
Sayang. Terkadang, aku bingung kenapa
setiap orang yang berpasangan bisa dengan mudah putus dan kembali menjalin
hubungan dengan yang lain. Sementara aku? Stay dan stuck di satu orang yang
bahkan bukan siapa-siapaku. Dan kenangan yang ada pun tak ada yang bahagia.
Kalau ku pikir, tak satu pun yang bahagia. Cuma rasa sakit yang selalu ada.
Mungkin ini yang di namakan cinta buta.
“Aku sadar. Aku terlalu lama, menutup hati.
Menutup mataku akan sekeliling. Membiarkan orang-orang yang tulus pergi. Begitu
bodoh dan lemah selalu menangis sendirian. Bahkan orang yang sedang ku tangisi
tertawa dan menari di atas penderitaan hati. Begitu sabar aku habiskan waktu
hanya untuk menunggu. Menunggu seseorang yang jelas hanya memanfaatkan rasa
sayangku. Begitu polosnya aku ketika hatiku sudah tidak utuh tapi masih mau berjuang.
Aku berhenti. Setelah dia mencampakkan aku begitu sadis. Aku tidak ingin
mengenal dia. Aku memaafkan. Bahagialah.”
Waktu demi waktu berlalu. Ya, rasa itu
perlahan hilang. Tapi, yang parah adalah sikapku. Membuka hati memang, namun
ternyata tanpa kusadari memberikan begitu banyak harapan semu pada orang-orang
yang tulus.
“Yahilah Net, tinggal jadian aja daripada
jomblo mulu.” Seorang teman berkata dengan nada meledek.
“Apalah arti status pacaran? Kalau gak
sayang?”
“Sayang bisa hadir seiring berjalannya
waktu Net.”
“Gak. Gak pernah ada.” Itulah menurutku.
Sebelum itu, aku pernah mencoba menjalin
hubungan tapi berujung mengecewakan mereka.
“Aku sayang kamu.” Pacarku tersenyum.
“Pulang bareng yuk.”
“Gak ah.” Itu yang aku jawab.
“Net, pacar lo kecelakaan motor.”
“Dimana? Paling bercanda.” Itu yang aku
jawab.
“Kamu tuh gak ada perhatiannya banget sih
sama aku.” Pacarku masih sabar menghadapi sikapku.
“Kan dari awal aku bilang, aku sukanya sama
temen kamu. Bukan kamu, eh kamu minta jalanin aja. Yaudah jangan salahin aku.”
-Kita Putus- lebih tepatnya dia mutusin
aku.
-Balikan lagi- dia yang ngajak balikan
lagi.
Saat balikan aku mencoba lebih perhatian
dengan dia namun ternyata rasa cemburuku besar. Ya, sangat besar.
“Net, cowok lo si itu ya. Ih, dia kan
pernah nembak gue tau.” Seorang teman yang cantik memanasiku.
Lalu malam itu juga.
“Kita putus. Kamu genit. Aku males.”
Tanpa alasan apa-apa lagi. Aku mutusin dia.
Dan semenjak itu dia minta balikan terus tak pernah aku hiraukan, sampai akhirnya
dia menemukan yang lebih baik. Pacaran sampai 3 tahun lebih dan mungkin sampai
sekarang.
Selama ini, aku fokus hanya kepada satu
orang. Dan setelah orang itu mencampakkan ku. Aku melupakan segala hal
tentangnya. Benci memang, namun aku selalu memaafkan dia.
Hari-hari aku lewati, aku sibuk. Sibuk
banget, sampai aku sering sakit. Sampai hati aku benar-benar kosong. Banyak
orang silih berganti datang tapi tak mampu untuk mengisi. Tak mampu meluluhkan.
Aku bukanlah wanita yang haus akan harta dan tahta bahkan fisik seseorang. Mau
orangnya pintar, kaya, ganteng, bahkan alim pun sudah tak berpengaruh. Kalau
tak sayang, gak akan aku jalani.
Teman-teman melihat aku kesepian walaupun
banyak yang memperhatikan. Aku jadi cewek yang terlalu putus asa. Sangat rapuh.
Entah separuh hati dimana, sudah tak utuh.
Sampai akhirnya aku menemukan sosok yang
membawaku kembali pada rasanya cinta. Begitu hangat bagai mentari.
Menggenggamku erat penuh harapan. Dikala itu aku berjanji, aku tak akan pernah
mengecewakan orang yang aku sayang dan menyayangiku ini. Apapun yang terjadi.
Pernah berakhir karena suatu masalah.
Namun, saat aku di tengah kebingungan. Aku pun mencoba mengambil keputusan.
Rasanya lelah jatuh cinta sendirian. Rasanya tak mau lagi mengalami yang
namanya patah hati. Kita lewati kembali hari-hari.
Rasanya begitu semangat dan berwarna
kembali, meski sakit aku bahagia. Meski sulit, aku merasa senang. Tapi, ketika
dia kembali merasa tak yakin. Aku tak mau lagi menahan dia untuk bahagia.
Biarlah aku yang penuh luka. Jangan dia.
Aku mencoba menahan semua rasa yang aku
miliki. Rasa sayang yang begitu nyata. Rasa rindu yang menjerat. Dan rasa ingin
memiliki yang mendekap. Tapi, semua tak bisa di tahan begitu saja. Ketika ku
mulai mengungkapkan rasa-rasa itu, lega dan bahagia. Namun, ketika aku di
hadapkan pada kekecewaan. Entah, aku harus merasakan apa?
Lagi-lagi orang yang aku sayang
mengecewakan. Rasanya sakit dan perih. Kenapa...harus seperti ini?
Entahlah, dari itu semua aku belajar.
Ketika kamu sayang dengan seseorang, berikanlah selalu yang terbaik untuk dia
yang kamu sayang. Tak peduli rasa sakit yang di berikan, karena rasa sayang tak
mengenal itu bukan? Namun, ketika dia menyakitimu di batas kewajaran. Kamu
harus paham, dia bukan yang terbaik untukmu. Lupakanlah. Lupakan semuanya.
Lupakan orangnya, kenangannya, rasa sakitnya, bahkan rasa bahagianya. Dan
ketika ada yang menyayangimu dengan tulus lakukanlah perasaannya dengan
bijaksana namun jika kamu tak punya perasaan yang sama katakanlah sejujurnya,
jangan kamu menarik ulur hati itu.
Kata seorang teman, “Perbaikilah diri kamu,
maka kamu akan mendapatkan yang terbaik.”
Aku pun sadar, sejauh apapun kita melangkah. Jika Allah sudah menetapkan apa-apa yang akan menjadi milik kita, maka sesuatu itu akan tetap menjadi milik kita. Begitupula dengan jodoh, sejauh apapun dia pergi suatu saat dia akan kembali. Sesulit apapun akan ada jalan untuk kembali dan menjadi milik kita. Percayalah.