Powered By Blogger

Sabtu, 06 Juni 2015

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PENGOLAHAN PANGAN : Pembuatan Tapai Singkong

Diposting oleh Luneta Aurelia Fatma di 20.50.00
Laporan Mikrobiologi Pengolahan Pangan : Pembuatan Tapai Singkong



Linda Syuhada 2013340022
Theresia Vintania 2013340036
Aprilisa Siwi Lestari 2013340003
Luneta Aurelia Fatma 2013340014
Aji Indra Saputra 2011340010

Jurusan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Sahid Jakarta
2015

Pembuatan Tapai Singkong
( 03 Maret 2015 )


Latar Belakang
Tapai merupakan makanan tradisional yang cukup terkenal di Indonesia. Tapai merupakan salah satu produk bioteknologi konvensional di bidang pangan yang dalam pembuatannya memanfaatkan proses fermentasi. Bahan dasar pembuatan tapai dapat berupa singkong, beras, atau ketan. Fermentasi pada tapai dilakukan oleh mikroorganisme-mikroorganisme penghasil enzim fermentase dan enzim-enzim lainnya yang dibutuhkan pada proses fermentasi. Mikroorganisme tersebut terdapat pada ragi.
Ragi tapai atau yang sering disebut sebagai “ragi” adalah starter untuk membuat  tapai ketan atau tapai singkong atau tapai beras. Di dalam ragi ini terdapat mikroorganisme yang  dapat mengubah karbohidrat (pati) menjadi gula sederhana (glukosa) yang selanjutnya diubah lagi menjadi alkohol (Diana Rachintaniawati, 2006). Kemampuan ragi dalam mengubah karbohidrat menjadi glukosa dan mengubahnya lagi menjadi alkohol, asam asetat, dan air tergantung pada beberapa hal salah satunya adalah massa ragi. 

Tujuan Praktikum
Adapun dari praktikum mikrobiologi pengolahan pangan yang dilakukan kali ini ialah bertujuan :
Memahami proses pembuatan tapai singkong
Mendeskripsikan langkah-langkah proses pembuatan tapai singkong
Memahami peranan organisme saccharomyces cerivisiae dalam peragian
Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya fermentasi dalam pembuatan tapai singkong

Teori Singkat
Tapai merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bahan baku Tapai Ketan berupa beras ketan dan ragi sebagai bahan penolongnya. Proses pembuatan tapai melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Saccharomyces cereviceae. Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi alkohol dan karbondioksida. Dengan proses pengolahan yang baik, tapai ketan ini dapat tahan lebih dari 1 minggu (Hala, 2012). 
Fermentasi tapai dapat meningkatkan kandungan Vitamin B1 (tiamina) hingga tiga kali lipat. Vitamin ini diperlukan oleh sistem saraf, sel otot, dan sistem pencernaan agar dapat berfungsi dengan baik. Cairan tapai dan tapai ketan diketahui mengandung bakteri asam laktat sebanyak ± satu juta per mililiter atau gramnya. Produk fermentasi ini memberikan efek pada sistem pencernaan, karena meningkatkan jumlah bakteri dalam tubuh dan mengurangi jumlah bakteri jahat. Kemampuan tapai mengikat dan mengeluarkan aflatoksin dari tubuh. Aflaktosin merupakan zat toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang, terutama Aspergillus flavus. Singkong mengandung sianida yang bersifat toksik dalam tubuh manusia.. Konsumsi tapai dapat mencegah terjadinya anemia karena mikroorganisme yang berperan dalam fermentasinya mampu menghasilkan vitamin B12 (Setiawan, 2012).
Ragi tape atau yang sering disebut sebagai “ragi” adalah starter untuk membuat tape ketan atau tape singkong. Di dalam ragi ini terdapat mikroorganisme yang dapat mengubah karbohidrat (pati) menjadi gula sederhana (glukosa) yang selanjutnya diubah lagi menjadi alkohol. Bberapa jenis mikroorganisme yang terdapat dalam ragi adalah Chlamydomucor oryzae, Rhizopus oryzae, Mucor sp., Candida sp., Saccharomyces cerevicae, Saccharomyces verdomanii, dan lain-lain. Pada dasarnya pembuatan ragi merupakan teknik dalam memperbanyak mikroorganisme yangberperan dalam pembuatan tape. Perbanyakan ini dilakukan dalam suatu medium tertentu dan setelah cukup banyak mikroba yang tumbuh, pertumbuhannya dihentikan serta dibuat dalam keadaan istirahat, baik dalam bentuk sel maupun dalam bentuk sporanya. Penghentian pertumbuahn mikroba tersebut dilakukan dengan cara mengeringkan medium tumbuhnya ( Rochintaniawati, 2008).
Ragi tape merupakan salah satu faktor penentu dalam pembuatannya harus memperhatikan beberapa kisaran pH yang optimal bagi pertumbuhan mikrobia khamir dan kapang. Selain itu khamir dan kapang juga membutuhkan media tumbuh yang mengandung banyak karbohidrat. Oleh karena itu dapat digunakan tepung beras sebagai nutrisi atau media tumbuh kedua jenis mikroba tersebut. Ragi tape merupakan populasi campuran suatu kumpulan mikrobia yang berperan dalam pembuatan tape. Mikrobia yang terdapat pada ragi tersebut diperoleh dari alam melalui proses penangkapan dengan menggunakan media tumbuh. Kapang adalah jasad renik yang berbentuk benang multiseluler, tidak berklorofil dan belum mempunyai deferensiasi dalam jaringan. Kapang yang menguntungkan dapat digunakan dalam pembuatan makanan fermentasi mikroba. Mikrobia kapang mampu merubah amilum menjadi gula sederhana. Mikroba yang terdapat pada ragi tape adalah Rhizopus Sp. Mikrobia tersebut bersama-sama secara sinergis melakukan perombakan kompnen kimia kompleks pada substrat menjadi komponen yang lebih sederhana ( Djumingin, 2011).
Ada beberapa faktor (baik faktor fisik maupun faktor fisiologi dan biokimia) yang mempengaruhi pertumbuhan  suatu mikroorganisme, sehingga menyebabkan suatu mikroorganisme, sehingga menyebabkan suatu mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak pada suatu bahan atau sediaan tertentu. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka dapat diatur pertumbuhan mikroorganisme di dalam suatu sediaan atau makanan/ minuman dan sebagainya. Sehingga pertumbuhan suatu mikroorganisme dapat diatur dengan tujuan menstimulir pertumbuhannya seperti pada proses fermentasi (Djide, 2006).

Alat dan Bahan
Alat – alat
Baskom 6.    Panci
Wadah plastik/toples 7.    Kompor
Daun pisang       8.    Neraca analitik
Pisau 9.    Timbangan biasa
Sendok 10.  Garpu
Bahan
Singkong 3.   Gula
Ragi 0,1 % 4.   Air bersih

Cara Kerja
Pesiapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan,
Kemudian ambil beberapa singkong dan dikupas lalu kikis bagian kulit arinya hingga kesat,
Potong  singkong yang telah dikupas sesuai keinginan,
Selanjutnya bersihkan singkong dengan cara dicuci dengan air atau direndam,
Setelah itu, kukus singkong dengan menggunakan panci yang sudah berisi air dan kompor sampai empuk/lunak kurang lebih 30 menit, (tes keempukan/kelunakan dengan cara ditusuk garpu)
Langkah berikut, singkong yang sudah empuk/lunak diangkat kemudian didinginkan,
Selagi menunggu dingin, ambillah sebuah wadah plastik/toples beserta tutupnya untuk tempat menaru singkong, 
Kemudian alasi dalam tempat itu dengan daun pisang,
Selanjutnya timbang singkong yang sudah dingin tersebut, dan catat hasilnya karena akan berhubungan dengan jumlah ragi yang akan digunakan,
Berikutnya singkong dimasukkan kedalam wadah plastik/toples yang telas dialasi daun singkong tadi, 
Masukkan dan taburkan ragi 0,1 % b/b singkong yang dikukus (berarti 0,1 x hasil timbangan singkong/100 à inilah ragi yang dibutuhkan)
Setelah diberikan ragi langkah selanjutnya memasukkan gula kurang lebih satu sendok makan,
Berikutnya wadah plastik/ toples yang berisi tapai yang telah dibungkus daun singkong ditutup kemudian disimpan selama 24-48 jam untuk proses fermentasi atau dengan kata lain melakukan inkubasi selama 3 hari, 
Setelah fermentasi, lakukan pengamatan organoleptik dan mengukur pH terhadap hasil tapai singkong.

Data Hasil Pengamatan









Singkong yang dikukus   Singkong yang ditabur ragi dan gula
      Hasil fermentasi tapai singkong  
          Hasil pengamatan cek pH tapai singkong
 Data pengamatan organoleptik sementara

Tabel Pengamatan Tapai Singkong
Berat singkong yang dikukus          :  303 gram

Jumlah singkong yang digunakan   :  2 batang

Jumlah ragi yang digunakan            :  0,1 %       à 0,1 x 303 gram / 100 = 0,303 gram

Hasil pengamatan cek pH                :  4 (empat) à asam

Nama Panelis
Tekstur
Rasa
Aroma
Warna

Kelompok 2
3
3
4
3

Kelompok 3
4
3
1
2

Kelompok 4
4
3
1
2

Kelompok 5
4
3
1
2

Kelompok 6
4
4
2
2

Keterangan Penilaian

1 = sangat keras
2 = keras
3 = agak keras
4 = tidak keras
1 = sangat pahit
2 = pahit
3 = agak pahit
4 = tidak pahit
1 = sangat kuat
2 = kuat
3 = agak kuat
4 = tidak kuat
1 = kuning coklat
2 = kuning
3 = agak kuning
4 = putih


Tabel Presentase Tingkat Kesukaan terhadap Tekstur, Rasa, Aroma, Warna
Skor Penilaian
Presentase Tingkat Kesukaan (%)


Tekstur
Rasa
Aroma
Warna

1
0
0
60
0

2
0
0
20
80

3
20
80
0
20

4
80
20
20
0

Pehitungannya






Pembahasan
Praktikum mengenai pembuatan tapai dari singkong yang telah dilakukan oleh praktikan bertujuan memahami proses pembuatan tapai singkong, mendeskripsikan langkah-langkah proses pembuatan tapai singkong, memahami peranan organisme saccharomyces cerivisiae dalam peragian, memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses terjadinya fermentasi dalam pembuatan tapai singkong.
Penggunaan alat dan bahan pada praktikum ini mempunyai tujuan dan fungsinya yang yang sama pada pembuatan tapai pada umumnya. Pada praktikum ini, singkong yang digunakan sebagai bahan dasar dan nantinya sebagi substrat bagi khamir Saccharomyces cerevisiae dalam proses fermentasi. Ragi disini berfungsi dalam mempercepat fermentasi tape singkong karena pada ragi terkandung khamir Saccharomyces cerevisiae. Kemudian daun pisang digunakan karena memberikan suasana yang cocok untuk mikrobia fermentator berperan aktif dalam proses fermentasi karbohidrat menjadi etanol. Seperti menurut literature, pada umumnya pembuatan tapai setelah ditaburi ragi, akan ditutup dengan rapat agar tidak ada udara yang masuk ke dalam wadah penyimpanan. Ini disebabkan karena pada pembutan tapai singkong memanfaatkan bakteri anaerob, yaitu bakteri yang tidak memerlukan udara dalam proses fermentasinya. Tapai dibungkus daun pisang untuk membuat suasana menjadi mikroaerob agar singkong tidak berwarna putih dan rasa menjadi alkoholik. pada tahap awal akan terjadi proses aerob, jika terbuka akan mudah terkontaminasi. Pada hari kedua terjadi proses anaerob pembentukan citarasa alkohol oleh khamir sehingga butuh tertutup. Berikutnya jika ada udara maka alkohol akan dioksidasi menjadi asam asetat sehingga menjadi asam. Selain itu alat dan bahan lain yang digunakan seperti timbangan biasa, neraca analitik, kompor, panci, air bersih, pisau, sendok, garpu, wadah plastik/toples berguna dalam proses penimbangan,pengukusan, pendinginan sampai akhirnya tapai itu dikemas dan disimpan. 
Proses pembuatan tapai singkong perlu diperhatikan untuk dapat menghasilkan tapai yang sesuai dan diinginkan juga dapat dikonsumsi. Proses pembuatan tapai singkong dimulai dari pemilihan singkong yang baik, dikuliti dan dicuci bersih serta ditiriskan. Selanjutnya dikukus sampai matang dan didinginkan ditaburi ragi secukupnya, di bungkus rapat dengan daun pisang dan disimpan selama ± 2-3 hari di suhu kamar.
Baru setelah 3 hari, dapat dilakukan pengamatan dengan cara membuka bungkusan tapai dan mengukur pH tapai menggunakan kertas pH. Cara pengukurannya cukup mudah dengan mengambil sebagian dari tapai singkong tersebut kemudian di masukkan ke dalam beaker glass dan tambahkan aquadest, aduk merata hingga air aquadest berubah menjadi warna air tapai yaitu kekuning-kuningan. Selanjutnya masukkan kertas pH ke dalam beaker glass yang berisi air tapai itu dan catat hasil pH yang di dapat. 
Menurut Girindra (1993) pH sangat berpengaruh terhadap aktifitas enzim yang dihasilkan mikroba dalam ragi, karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH. Hal ini menyebabkan daerah katalitik dan konformasi enzim menjadi berubah. Selain itu perubahan pH juga menyebabkan denaturasi enzim dan mengakibatkan hilangnya aktifitas enzim. Dalam keadaan normal pH yang dimiliki harus tetap karena jika mengalami perubahan akan menyebabkan pergeseran aktifitas enzim. Hal ini akan mempengaruhi dan mengacaukan sistem katabolik dan anabolik dalam sel ragi.
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diketahui bahwa ketika ragi 0,1 % dari berat singkong menghasilkan pH 4,  kemudian pada ragi 0,2 % dari berat singkong menghasilkan pH 5,  dan pada ragi 0,3 % dari berat singkong menghasilkan pH 5.  Secara sederhana, berikut ini merupakan grafik yang mengambarkan hubungan antara massa ragi dan pH tapai yang dihasilkan:
          
Dari data diatas dapat diketahui bahwa banyaknya presentase ragi yang mengasilkan tapai dengan pH tertinggi (pH 5) adalah tapai yang dibuat dengan menambahkan 0,2 % dan 0,3 % ragi. Sedangkan pembuatan tapai dengan menambahkan ragi sebanyak 0,1 % pH tapai sebesar  4. Hal ini menunjukkan bahwa tapai ragi 0,1 % tingkat keasamannya rendah. 
Dalam proses fermentasi singkong menjadi tapai, pati dari singkong akan berubah menjadi gula oleh kapang jenis Chlamydomucor dan oleh mikroorganisme ragi Saccaromyces cereviceae digula diubah menjadi alkohol. Saccaromyces cereviceae yang biasanya dijual dipasar dalam bentuk ragi bercampur tepung beras. Ragi tapai yang sering kita jumpai dipasar merupakan adonan khusus yang dibuat dengan mencampurkan biakan khamir, tepung beras dan berbagai macam bumbu (kayu manis, bawang putih, laos, dan jahe). Bumbu-bumbu ini dapat bersifat senyawa anti mikroba yang mampu mengurangi jumlah mikroba non khamir, sebagai sumber nutrien dan sebagai pembentuk rasa dan aroma pada produk tape. Kualitas tapai sangat tergantung pada kondisi lingkungan yaitu suhu dan kondisi anaerob. Seperti dalam percobaan ini praktikan mendapatkan ragi yang dijual dipasar.
Tapai mempunyai rasa yang spesifik yaitu manis, alkoholis dan kadang-kadang asam. Hal ini karena terjadi perubahan pada bahan dasar menjadi tapai. Mula-mula pati yang ada dalam bahan dipecah oleh enzim menjadi dekstrin dan gula-gula sederhana. Gula-gula yang terbentuk selanjutnya dihidrolisis menjadi alkohol, pada fermentasi lebih lanjut alkohol dioksidasi menjadi asan-asam organik antara lain asam asetat, asam suksinat dan asam malat. Asam-asam organik dan alkohol membentuk ester yang merupakan komponen cita rasa. 
Dalam pembuatan tapai ini  ada 2 jenis jamur yang berperan yaitu Endomycopsis fibullgera untuk mengubah pati menjadi gula sehingga tape berasa manis dan Saccaromyces cereviceae/Rhizopus oryzae yang mengubah gula menjadi alkohol. Jika proses ini berlangsung terus dan tidak diatur sehingga gula yang ada langsung diubah menjadi asam organik, sehingga tape akan berasa manis dan alkoholik serta sedikit asam. Tetapi ada juga yang menggunakan ragi tapai dari campuran populasi Aspergillus, Saccaromyces, Candida, Hansenulla, Bakteri Acetobacter untuk hidup secara sinergis. Aspergillus untuk menyederhanakan amilum. Saccaromyces, candida, dan Hansenulla berfungsi untuk mengurai gula menjadi alkohol dan asam-asam organik selama fermentasi terus berlanjut. Dan Acetobacter berfungsi untuk mengubah alkohol menjadi asam cuka.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan. Secara sederhana proses fermentasi tapai adalah sebagai berikut:


 Diagram Proses Fermentasi Tapai

Hasil pengukuran  pH pada tapai ini sesuai dengan hipotesis dan literatur yang menyatakan bahwa semakin banyak massa ragi yang digunakan, maka rasa asam pada tapai akan berkurang, dalam arti pH tapai semakin tinggi. Sebab, semakin banyak jumah ragi, maka jumlah enzim amilase dalam ragi yang mengubah pati menjadi gula semakin banyak dan glukosa penyebab rasa manis diproduksi lebih banyak. Akan tetapi, pernyataan ini berlaku untuk fermentasi yang dilakukan tidak lebih dari 3 hari.  
Waktu fermentasi dengan massa enzim memiliki hubungan yang erat. Waktu fermentasi suatu enzimatis harus tetap untuk menentukan keadaan yang optimum. Semakin lama fermentasi, semakin banyak hasil reaksi yang diperoleh, tetapi pada batas waktu tertentu hasil reaksi menjadi konstan dan akhirnya menurun. Hal tersebut bermakna bahwa dengan turunnya reaksi maka akan diikuti dengan hasil reaksi yang menurun (Girindra, 2003).
Selain itu, rasa asam berlebih pada tapai dapat timbul karena perlakuan-perlakuan (proses) yang kurang teliti, seperti penambahan ragi yang berlebihan dan penutupan yang kurang rapat pada saat fermentasi. Selain itu rasa asam pada tapai dapat terjadi bila fermentasi berlangsung terlalu lanjut.  
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil yang hampir mendekati sempurna. Hal ini dapat dibuktikan melalui uji organoleptik yang telah dilakukan bersama 5 kelompok lainnya, dimana hasil yang diperoleh adalah tanggapan yang cukup beragam dengan mayoritas mengatakan hasilnya baik. baik dari segi tekstur, warna, bau, untuk pengecualian rasa masih kurang sedikit manis.
Melalui uji organoleptik bersama 5 kelompok lainnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil fermentasi tapai kelompok kami ialah untuk warna 80 % kelompok yang ada mengatakan produk tapai kelompok kami berwarna kuning, warna kuning ini karena pengaruh faktor genetik dari singkong itu sendiri, karena singkong yang digunakan memang singkong kuning atau mentega. Kemudian untuk aroma 60 % mengatakan kuat seperti singkong kebanyakan dengan aroma alkohol pada tapai. Sedangkan untuk tekstur 80 % mengatakan produk tapai kami tidak keras dalam hal ini tentu produk tapai kami sudah lembut seperti tapai pada umumnya. Dan untuk rasanya adalah 80 % mengatakan produk tapai kami agak pahit, hal ini mungkin karena pada penambahan ragi yang kebanyakan sehingga rasanya agak pahit, serta kurang manis karena penambahan gula yang terlalu sedikit pada tapai, tidak seperti yang dilakukan pada industri-industri tapai kebanyakan.
Dengan demikian faktor yang sangat mempengaruhi hasil tapai yang bagus adalah pemilihan singkong, seharusnya untuk pembuatan tapai ini yang digunakan ialah singkong mentega karena bisa disimpan dalam waktu yang lama, faktor lainnya yaitu proses pencucian yang harus benar-benar bersih supaya dapat menghasilkan tapai yang bagus dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan faktor selanjutnya yaitu penggerukkan singkong supaya tapai yang dihasilkan tidak terlalu banyak mengandung air sehingga tahan lama. Kemudian proses penambahan ragi yang harus sesuai serta teliti agar didapatlah tapai yang enak dan sesuai dengan yng diinginkan.

Kesimpulan
Hasil pengukuran  pH pada tapai ini sesuai dengan hipotesis dan literatur yang menyatakan bahwa semakin banyak massa ragi yang digunakan, maka rasa asam pada tapai akan berkurang, dalam arti pH tapai semakin tinggi. Sebab, semakin banyak jumah ragi, maka jumlah enzim amilase dalam ragi yang mengubah pati menjadi gula semakin banyak dan glukosa penyebab rasa manis diproduksi lebih banyak. Akan tetapi, pernyataan ini berlaku untuk fermentasi yang dilakukan tidak lebih dari 3 hari.
Melalui uji organoleptik bersama 5 kelompok lainnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil fermentasi tapai kelompok kami ialah untuk warna 80 % kelompok yang ada mengatakan produk tapai kelompok kami berwarna kuning, warna kuning ini karena pengaruh faktor genetik dari singkong itu sendiri, karena singkong yang digunakan memang singkong kuning atau mentega. Kemudian untuk aroma 60 % mengatakan kuat seperti singkong kebanyakan dengan aroma alkohol pada tapai. Sedangkan untuk tekstur 80 % mengatakan produk tapai kami tidak keras dalam hal ini tentu produk tapai kami sudah lembut seperti tapai pada umumnya. Dan untuk rasanya adalah 80 % mengatakan produk tapai kami agak pahit, hal ini mungkin karena pada penambahan ragi yang kebanyakan sehingga rasanya agak pahit, serta kurang manis karena penambahan gula yang terlalu sedikit pada tapai, tidak seperti yang dilakukan pada industri-industri tapai kebanyakan.




DAFTAR PUSTAKA

Djide, Natsir M, dkk. 2006. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Makassar: Laboratorium Mikrobiologi Farmasi FMIPA. Universitas Hasanuddin.

Djumingin & Ernawati Dyah. 2011. Pengaruh Kadar Tepung Beras dan Kadar Air Jeruk Terhadap Mutu Ragi Tape. FTP Unwidha Klaten. Makassar. Di akses pada tanggal 19 November 2012
.
Hala, Yusminah & Hartono. 2012. Penuntun Praktikum Pengantar Bioteknologi. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar.

Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta: Arcan.

Rochintaniawati, Dian. 2008.Pembuatan Ragi Tape. Penebar Swadaya, Jakarta.

Setiawan, Agus. 2012. Pembuatan Tape dengan Fermentasi. http://arpramamatsaku.blogspot.com/2012/02/pembuatan-tape-dengan-fermentasi.html. Diakses pada tanggal 3 Maret 2015

Tarigan, J. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Depdikbud, Dikti, PLPPT.

Winarno. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. Jakarta: PT. Garamedia Pustaka Utama.







GLOSARIUM

Anaerobik :   keadaan dimana kadar oksigen yang dibutuhkan terbatas atau 
    sedikit.
Disakarida :   dua gugus gula
Fermentasi :   produksi energi dalam keadaan anaerobik memanfaatkan 
    mikroorganisme
Glukosa :   zat gula
Khamir :   benang-benang jamur
Kapang :   jasad renik yang berbentuk benang multiseluler, tidak berklorofil 
    dan belum mempunyai deferensiasi dalam jaringan.
Mikroorganisme :   organisme kecil (jasad renik)
Monosakarida :   satu gugus gula
Sakarida :   gugus gula
Sakarifikasi :   proses pengubahan glukosa menjadi disakarida/monosakarida

3 komentar:

Unknown mengatakan...

nice. blog.. i am also study at Sahid University Food tech

Luneta Aurelia Fatma mengatakan...

Hallo. Angkatan berapa?

Unknown mengatakan...

terimakasih ya, blog nya sangat membantu saya dalam keadaan terpepet hehe

Posting Komentar

My Birthday :)

Daisypath - Personal pictureDaisypath Happy Birthday tickers
 

PURPLE CATZ Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review